Ilustrasi gedung DJP.
JAKARTA, DDTCNews – Ditjen Pajak (DJP) sudah memiliki tim yang mengkaji pengenaan pajak digital yang dilakukan oleh beberapa negara. Langkah ini sebagai bagian dari upaya untuk mengantisipasi jika konsensus global tidak tercapai.
Direktur Potensi, Kepatuhan, dan Penerimaan Pajak DJP Yon Arsal mengatakan meskipun menunggu konsensus global di bawah koordinasi Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), pemerintah tetap konsisten melakukan kajian.
“Ya kita enggak diam juga. Artinya, seluruh kajian terkait apapun yang dilakukan orang lain sudah kita lakukan tapi belum kita luncurkan dalam bentuk policy. Ada timnya yang mengkaji apa yang dilakukan India, Prancis, Australia, Inggris, dan negara-negara lain. Itu sudah dipelajari semua,” jelas Yon.
Kendati demikian, pemerintah berharap konsensus global dapat tercapai pada tahun ini agar setiap pihak memperoleh perlakuan dan bagian yang adil dari sisi pemajakan. Sepanjang konsensus global bisa diperoleh dan disetujui semua pihak, sambung Yon, win-win solution akan terwujud. ]
Selain itu, beberapa media nasional juga masih menyoroti perubahan ketentuan mengenai impor barang kiriman melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 199/2019 tentang Ketentuan Kepabeanan, Cukai, dan Pajak atas Impor Barang Kiriman.
Berikut ulasan berita selengkapnya.
Dalam tahap awal untuk mengoptimalkan penerimaan pajak dari perusahaan teknologi, Direktur Potensi, Kepatuhan, dan Penerimaan Pajak DJP Yon Arsal mengatakan pemerintah akan mulai dari pemungutan pajak pertambahan nilai (PPN).
“Makanya, dalam omnibus law perpajakan kita akan starting point dari PPN dulu yang memang menjadi domestic tax,” katanya. Penjelasan lengkap dari Yon Arsal dan pembahasan mengenai omnibus law bisa pula Anda lihat di majalah InsideTax edisi ke-41. Download majalah InsideTax di sini.
Dalam PMK No.199/2019, ada tambahan data yang harus dicantumkan dalam consignment note (CN) atau dokumen pengiriman barang. Data tersebut adalah nilai tukar (bila ada), nomor dan tanggal invois (bila ada), serta jenis dan nomor identitas penerima (bila ada).
Kepala Subdirektorat Komunikasi dan Publikasi Ditjen Bea dan Cukai Deni Surjantoro mengatakan penambahan data yang wajib dilampirkan ini untuk melengkapi data yang dimiliki oleh DJBC sehingga evaluasi atas kebijakan dapat dilaksanakan dengan lebih mudah.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan adanya penambahan KPP Madya akan mengubah banyak aspek dalam internal DJP. Salah satu aspek yang berubah adalah target penerimaan di level KPP.
“Kita lihat nanti time frame pada saat mulai efektif penambahan KPP Madya tersebut. Tentunya target penerimaan untuk masing-masing KPP akan menyesuaikan,” katanya.
Perubahan target yang diemban KPP, menurut Hestu, tidak hanya bersumber dari penambahan KPP Madya. Pendekatan kewilayahan yang diadopsi oleh DJP juga memberikan andil bagi penyesuaian target unit kerja DJP pada level KPP.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat penduduk miskin di Indonesia pada September 2019 tercatat sebanyak 24,79 juta atau sekitar 9,22% dari total jumlah penduduk. Jumlah tersebut tercatat turun 0,44 poin persentase dibandingkan periode yang sama tahun lalu. (kaw)