Ilustrasi gedung DJP.
JAKARTA, DDTCNews – Dirjen Pajak merilis beleid yang menetapkan KPP Badan dan Orang Asing (Badora) sebagai tempat terdaftarnya pelaku usaha melalui sistem elektronik.
Adapun pelaku usaha melalui sistem elektronik adalah pelaku usaha yang melakukan kegiatan di bidang perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) yang terdiri atas pedagang luar negeri, penyedia jasa luar negeri, penyelenggara PMSE (PPMSE) dalam dan luar negeri.
Ketentuan tersebut tertuang dalam Peraturan Dirjen Pajak No. PER-07/PJ/2020. Peraturan ini ditujukan untuk memberikan kepastian hukum, kemudahan administrasi, sekaligus meningkatkan pengawasan pelaksanaan hak dan/atau pemenuhan kewajiban perpajakan bagi pelaku usaha PMSE.
“Perlu mengatur tempat terdaftar pedagang luar negeri, penyedia jasa luar negeri, dan/atau PPMSE luar negeri dan dalam negeri dalam administrasi perpajakan,” demikian kutipan salah satu pertimbangan beleid tersebut.
Melalui peraturan ini, DIrjen Pajak memperluas wajib pajak yang terdaftar pada KPP Badan dan Orang Asing. Pada beleid terdahulu yaitu Peraturan Dirjen Pajak No.10/PJ/2018 hanya ada dua wajib pajak, yaitu BUT yang berkedudukan di Jakarta dan orang asing yang bertempat tinggal di Jakarta.
Namun, kini seluruh pelaku usaha melalui sistem elektronik mulai dari BUT yang merupakan PPMSE dan berkedudukan di luar Jakarta, wajib pajak badan PPMSE dalam negeri dan luar negeri, pedagang luar negeri hingga penyedia jasa luar negeri terdaftar di KPP Badan dan Orang Asing.
Adapun ketetapan tempat pendaftaran tersebut akan dilakukan dengan penerbitan Keputusan Dirjen Pajak. Namun, penetapan ini hanya berlaku bagi pelaku usaha melalui sistem elektronik yang telah ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk memenuhi kewajiban sebagai pemungut PPN atas PMSE.
Selain itu, penetapan juga akan dilakukan bagi pelaku usaha melalui sistem elektronik yang memenuhi ketentuan kehadiran ekonomi signifikan untuk dikenai PPh atau pajak transaksi elektronik. Lebih lanjut, Keputusan Dirjen Pajak atas tempat pendaftaran sekurang-kurangnya memuat 4 informasi.
Pertama, nama pelaku usaha luar negeri. Kedua, nomor identitas perpajakan yang digunakan untuk pelaksanaan hak dan/atau pemenuhan kewajiban perpajakan di Indonesia. Ketiga, mata uang yang digunakan untuk pembayaran dan/atau penyetoran pajak.
Keempat, kewajiban perpajakan yang wajib dipenuhi oleh pelaku usaha luar negeri. Adapun beleid ini diundangkan dan berlaku mulai 17 April 2020. Berlakunya beleid ini akan sekaligus mencabut beleid terdahulu yaitu Peraturan Dirjen Pajak No.PER-25/PJ/2013 dan Peraturan Dirjen Pajak No. PER-10/PJ/2018. (kaw)