Ilustrasi. (DDTCNews)
JAKARTA, DDTCNews—Pemerintah menyiapkan strategi untuk mengembalikan defisit APBN menjadi di bawah 3% terhadap PDB pada 2023 tanpa membahayakan perekonomian nasional.
Defisit anggaran pemerintah pusat di bawah 3% terhadap PDB juga merupakan amanat dari UU No. 2/2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu Febrio Kacaribu mengatakan pemulihan defisit anggaran menuju di bawah 3% akan dilakukan secara hati-hati dan perlahan-lahan agar tidak justru membahayakan perekonomian.
“Recovery-nya harus kita buat se-soft mungkin menuju ke 3% dalam tiga tahun," katanya dalam konferensi video, Kamis (4/6/2020).
Febrio menilai defisit yang tiba-tiba turun tajam tidak baik bagi stabilitas makro ekonomi. Dia khawatir defisit yang turun tajam justru membuat target pertumbuhan ekonomi tidak tercapai lantaran kontribusi belanja pemerintah berkurang seketika.
Untuk itu, ia memproyeksikan defisit anggaran 2021 akan berkisar pada 4% dan angka defisit kurang lebih sama pada 2022. Tahun berikutnya, besaran defisit anggaran ditargetkan akan menjadi di bawah 3%.
"Kalau pun ini diturunkan, kita bisa lakukan secara gradual. Kalau misal di 2021 turunnya langsung ke 3%, itu justru berbahaya bagi perekonomian karena terlalu cepat kontraksinya," ujar Febrio.
Dalam pertumbuhan ekonomi, Febrio menyebut pemerintah memiliki peran sebagai katalis yang dapat mendorong perekonomian. Oleh karena itu, pemerintah berkomitmen untuk tetap menjaga perannya tersebut.
Meski begitu, tidak mudah untuk merumuskan defisit anggaran lantaran banyak faktor yang dapat memengaruhi. Misal, kinerja penerimaan pajak yang cukup bergantung dengan geliat atau aktivitas ekonomi.
Begitu juga dari kinerja pengeluaran negara. Namun demikian, kinerja pengeluaran negara ini terbilang lebih mudah dikontrol ketimbang penerimaan negara. Pemerintah memastikan akan menjaga pengeluaran negara yang prudensial.
Selain itu, pemerintah juga akan mempertimbangkan indikator makro lainnya seperti tingkat inflasi dan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
“Semuanya serba tidak pasti, dan seluruh negara lainnya juga mengalami. Tapi dengan ketidakpastian itu, kita harus tetap punya skenario untuk target (menurunkan) defisit di bawah 3% pada 2023,” tutur Febrio. (rig)