Ilustrasi. Pekerja menuangkan kedelai yang baru selesai direbus di sentra Primer Koperasi Tahu Tempe di Kramatwatu, Serang, Banten, Rabu (15/7/2020). Pihak pengelola mengaku setelah sempat terhenti akibat pandemi kini bisa melanjutkan usaha memproduksi tahu dan tempe dengan bantuan dana pinjaman bergulir dari Kementrian Koperasi yang disalurkan melalui Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB). ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman/aww
JAKARTA, DDTCNews – Hanya 7% dari 850 pelaku usaha yang menerima bantuan atau fasilitas, baik dalam bentuk fiskal maupun nonfiskal, dari pemerintah.
Data tersebut merupakan hasil survei yang dilakukan World Bank. Hasil survey dituangkan dalam Indonesia Economic Prospects, Juli 2020 bertajuk “The Long Road to Recovery”. Survei dilakukan pada Mei—Juni 2020.
“Hanya 7% dari 850 pelaku usaha yang mendapatkan bantuan dari pemerintah. Sementara itu, 93% masih belum mendapatkan bantuan. Mayoritas pelaku usaha yang belum mendapatkan bantuan mengaku tidak mengetahui adanya bantuan dari pemerintah,” tulis World Bank.
Dari total pelaku usaha yang mengaku belum mendapatkan bantuan, 61% di antaranya mengaku tidak tahu pemerintah menggelontorkan banyak fasilitas untuk mendukung dunia usaha. Sebanyak 20% mengaku tahu adanya bantuan, tetapi tidak mengetahui alasan usahanya tidak mendapat.
Lebih lanjut, sebanyak 7% pelaku usaha yang belum mendapatkan bantuan mengaku usahanya tidak berhak (eligible). Terdapat pula 6% pelaku usaha yang merasa tidak membutuhkan bantuan atau fasilitas yang diberikan oleh pemerintah.
Terakhir, terdapat 6% pelaku usaha yang telah mengajukan permohonan pemanfaatan fasilitas tetapi ditolak oleh instansi terkait dan terdapat pula pelaku usaha yang merasa syarat pengajuan permohonan fasilitas dari pemerintah masih terlalu rumit.
Meski kebanyakan fasilitas pemerintah ditargetkan menyasar UMKM, World Bank menilai penyaluran beberapa fasilitas akan sangat sulit mencapai UMKM, terutama usaha mikro. Pasalnya, kebanyakan usaha mikro di Indonesia masih bersifat informal dan masih belum terhubung dengan sistem jasa keuangan serta sistem perpajakan.
Oleh karena itu, daya tahan UMKM ke depan di tengah pandemi Covid-19 justru akan banyak didukung secara tidak langsung melalui fasilitas tambahan bantuan sosial (bansos) yang ditargetkan kepada masyarakat kelas bawah dan menengah bawah.
Dengan demikian, bantuan tidak bisa diberikan melalui sejumlah fasilitas yang khusus kepada UMKM, seperti subsidi bunga, tambahan kredit modal kerja, restrukturisasi kredit, dan pajak penghasilan (PPh) final UMKM ditanggung pemerintah (DTP).
Dalam pemaparan Kementerian Keuangan mengenai outlook APBN 2020, pemerintah menuliskan dana yang digelontorkan untuk memfasilitasi UMKM mencapai Rp123,46 triliun. (kaw)