Menkeu Sri Mulyani (kiri) bersama Menteri BUMN Erick Thohir menyampaikan keterangan pers di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu (24/6/2020).Pemerintah menempatkan dana sebesar Rp30 triliun pada Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) dalam rangka mendorong percepatan pemulihan ekonomi nasional terutama untuk sektor riil. (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/POOL/foc)
JAKARTA, DDTCNews - Masalah hukum yang muncul pada masa setelah penanganan krisis seperti Kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dan Kasus Bank Century diakui masih menjadi trauma yang menghantui para birokrat dan pengambil keputusan di tengah pandemi Covid-19 ini.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan dalam pengalaman krisis sebelumnya, memang banyak kebijakan yang diaudit setelah masa krisis ini dianggap melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan dan dianggap merugikan negara.
"Memang beberapa birokrat masih takut. Ini aman enggak ya? Tahun depan dipanggil nggak ya?' Itu memang suasana batin yang dominan," ujar Sri Mulyani, Jumat (24/7/2020).
Sri Mulyani mengatakan hantu trauma ini sepenuhnya disadari oleh presiden sejak pemerintah mulai menyusun landasan hukum penanganan Covid-19 yakni Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No. 1/2020.
Melalui Perppu No. 1/2020 yang telah diundangkan melalui UU No. 2/2020 ini, kekuatan hukum dari penanganan krisis menjadi lebih baik apabila dibandingkan dengan penanganan krisis sebelumnya.
Lebih lanjut, keterlibatan aparat penegak hukum dalam perumusan kebijakan penanganan Covid-19 juga semakin meningkat. Setiap kebijakan yang sedang dirumuskan dan akan digulirkan selalu melibatkan Kejaksaan Agung dan Kepolisian RI (Polri).
Selain itu, juga melewati konsultasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). "Proses ini yang kita harap bisa memperbaiki pengelolaan keuangan negara," ujar Sri Mulyani.
Dihadirkannya aparat penegak hukum ini juga berfungsi agar birokrat bisa mendapatkan jaminan bahwa langkah-langkah yang diambilnya tidak akan menjadi masalah hukum ke depan sepanjang tidak ada niat buruk dari kebijakan yang diambil.
"Bapak Presiden mengatakan kalau tidak ada niat buruk seperti untuk memperkaya diri atau konflik kepentingan, seharusnya tidak perlu khawatir," ujar Sri Mulyani.
Apabila merujuk pada Perppu No. 1/2020, nampak bahwa pemerintah memberikan perlindungan hukum kepada birokrat dan pengambil kebijakan di tengah masa pandemi Covid-19 ini.
Pada Pasal 27 ayat 1, ditegaskan biaya yang dikeluarkan pemerintah dan/atau lembaga anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) untuk pelaksanaan kebijakan pendapatan negara, belanja negara, pembiayaan, kebijakan stabilitas sistem keuangan, dan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) merupakan bagian dari biaya ekonomi untuk menyelamatkan ekonomi dari krisis, bukan kerugian negara.
Pada Pasal 27 ayat 2, pejabat KSSK, Kementerian Keuangan, Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), dan pejabat lain yang melaksanakan Perpu No. 1/2020 tidak dapat dituntut secara perdata maupun pidana dalam pelaksanaan tugasnya sepanjang tugas dilaksanakan dengan itikad baik dan sesuai dengan ketentuan. (Bsi)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.