TAX buoyancy merupakan suatu indikator untuk mengukur respons atau elastisitas penerimaan pajak terhadap kondisi ekonomi yang direfleksikan oleh pertumbuhan domestik bruto (PDB).
Penerimaan pajak dapat dibilang optimal apabila kinerjanya dapat mengimbangi atau bahkan melebihi pertumbuhan ekonomi di suatu negara. Tax buoyancy lebih dari nilai 1 menandakan kinerja penerimaan pajak melebihi kinerja ekonomi.
Sebaliknya, tax buoyancy dengan nilai kurang dari 1 dan bahkan negatif menandakan kinerja pajak yang tidak sebanding atau bahkan sangat buruk apabila melihat kinerja ekonomi negara tersebut.
Tabel berikut memperlihatkan tax buoyancy di berbagai negara pada 2017. Data diperoleh dari United States Agency for International Development (USAID). Menariknya, data yang diperoleh dari USAID juga mencakup buoyancy per jenis pajak, yakni pajak pertambahan nilai (PPN), pajak penghasilan (PPh) badan, serta PPh orang pribadi.
Apabila melihat data tersebut, Brunei Darussalam memiliki kinerja penerimaan pajak yang sangat baik dengan tax buoyancy mencapai 4,04. Sayangnya, tidak tersedia data buoyancy per jenis pajak untuk negara tetangga yang berada di kawasan Asean ini.
Selain Brunei, negara yang memiliki tax buoyancy cukup memuaskan antara lain Argentina, Belgia, dan Denmark yang masing-masing memiliki nilai di kisaran 2. Argentina memiliki kinerja PPh OP yang dominan, terlihat dari nilai buoyancy mencapai 4,31.
Di sisi lain, Belgia dan Denmark justru memiliki kinerja PPh badan yang lebih mendominasi dibandingkan jenis pajak lainnya, dengan nilai buoyancy masing-masing sebesar 5,27 dan 6,55.
Sementara itu, kinerja pajak yang tidak sebanding dengan pertumbuhan ekonomi dialami oleh beberapa negara seperti Brasil, Inggris, Kanada, Kosta Rika, dan Vietnam. Kinerja yang terbilang buruk ini ditenggarai oleh nilai buoyancy PPh badan di negara-negara tersebut yang tercatat negatif.
Menariknya, walau memiliki buoyancy PPh OP negatif, Belanda memiliki buoyancy PPh badan mencapai 10,02. Alhasil, tax buoyancy negara tersebut masih di kisaran 1. Artinya, kinerja penerimaan pajak terbilang masih dapat mengimbangi pertumbuhan ekonomi.
Walau demikian, nilai buoyancy yang rendah tidak selalu mencerminkan suatu keadaan yang tidak ideal. Banyak negara yang mengeluarkan berbagai kebijakan insentif pajak atau relaksasi sehingga berimbas pada kinerja penerimaan pajak.
Dengan demikian, hal ini justru menjadi daya tarik tersendiri bagi investor asing dan berpotensi memberikan dampak lebih terhadap pertumbuhan ekonomi dibandingkan dengan penerimaan pajaknya.*