Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan pendapat akhir pemerintah saat pembahasan tingkat II RUU Cipta Kerja pada Rapat Paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (5/10/2020). Dalam rapat paripurna tersebut Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja disahkan menjadi Undang-Undang. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/pras.
JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah daerah (pemda) masih berhak memungut retribusi izin mendirikan bangunan (IMB) meski ketentuan pemberian IMB dirombak melalui UU Cipta Kerja.
Dalam Pasal 114 UU Cipta Kerja yang merevisi ketentuan pada UU No. 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD), retribusi IMB atau yang sekarang istilahnya diubah menjadi retribusi persetujuan bangunan gedung tetap menjadi salah satu dari 4 jenis retribusi perizinan tertentu yang berhak dipungut oleh pemda.
Penetapan tarif retribusi ditetapkan melalui peraturan kepala daerah. Namun, UU Cipta Kerja menyisipkan 1 pasal baru yaitu Pasal 156A yang memungkinkan pemerintah pusat mengubah tarif retribusi demi melaksanakan kebijakan fiskal nasional.
"[Pemerintah pusat] dapat mengubah tarif pajak dan tarif retribusi daerah dengan penetapan tarif pajak dan tarif retribusi yang berlaku secara nasional," bunyi Pasal 156A UU PDRD pada UU Cipta Kerja, dikutip Rabu (7/10/2020).
Merujuk pada UU Cipta Kerja, yang dimaksud dengan persetujuan bangunan gedung adalah perizinan yang diberikan kepada pemilik bangunan gedung untuk membangun baru, mengubah, memperluas, mengurangi, dan/atau merawat bangunan gedung sesuai dengan persyaratan administratif dan persyaratan teknis yang berlaku.
Melalui revisi atas UU No. 28/2002 tentang Bangunan Gedung pada UU Cipta Kerja, terdapat beberapa kewenangan yang awalnya dimiliki oleh pemda beralih kepada pemerintah pusat.
Pada Pasal 6 ayat (2), fungsi bangunan yang awalnya ditetapkan pemda dan dicantumkan dalam IMB diubah. Dengan UU Cipta Kerja, fungsi bangunan gedung cukup dicantumkan dalam persetujuan bangunan gedung. Tidak ada frasa 'pemda' dalam ayat tersebut.
Pada Pasal 6 ayat (3), perubahan fungsi bangunan gedung yang awalnya harus mendapatkan persetujuan dan penetapan kembali oleh pemda diubah. Perubahan fungsi bangunan gedung cukup mendapatkan persetujuan kembali dari pemerintah pusat.
Pasal 36A UU No. 28/2002 pada UU Cipta Kerja juga mengatur pelaksanaan dilakukan setelah mendapatkan persetujuan bangunan gedung. Persetujuan diperoleh usai mendapatkan pemenuhan standar teknis dari pemerintah pusat atau pemda sesuai norma, standar, prosedur, dan kriteria (NSPK) dari pemerintah pusat.
Persetujuan itu dapat dimohonkan kepada pemerintah pusat atau pemda sesuai kewenangan masing-masing berdasarkan NSPK melalui sistem elektronik yang diselenggarakan oleh pemerintah pusat.
Pada Pasal 40 ayat (1) yang mengatur mengenai hak pemilik bangunan gedung dalam menyelenggarakan bangunan gedung, terdapat beberapa kewenangan yang bergeser dari pemda kepada pemerintah pusat.
Contoh, pemilik bangunan gedung berhak melaksanakan pembangunan bangunan gedung sesuai dengan persetujuan yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat, bukan pemda. Pemilik gedung juga berhak mengubah fungsi bangunan setelah mendapatkan persetujuan dari pemerintah pusat, bukan pemda. (rig)