Ilustrasi. (IMF)
JAKARTA, DDTCNews – International Monetary Fund (IMF) kembali merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini.
Dalam laporan World Economic Outlook (WEO) edisi Oktober 2020, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2020 diproyeksikan minus 1,5%. Proyeksi kontraksi itu lebih dalam dari estimasi sebelumnya yang hanya minus 0,3%.
Revisi proyeksi pertumbuhan ekonomi dikarenakan masih tingginya risiko yang dihadapi negara emerging market seperti Indonesia. Penyebaran virus yang terus berlanjut dan sistem kesehatan mulai kewalahan dalam perawatan pasien Covid-19.
"Untuk banyak negara emerging market kecuali China, prospeknya tetap berbahaya karena kombinasi beberapa faktor risiko. Hal ini berlaku untuk negara kawasan Asia seperti India dan Indonesia yang terus mencoba mengendalikan pandemi," tulis laporan WEO IMF dikutip Rabu (14/10/2020).
IMF juga memproyeksikan arah kebijakan pemerintah akan konsisten hingga akhir tahun ini, bahkan sampai dengan 2023. Penurunan stimulus fiskal secara bertahap diproyeksi akan terus berlanjut. Hal ini sebagai bagian dari upaya mengembalikan tingkat defisit fiskal kembali di bawah 3% pada 2023.
Untuk prospek kebijakan moneter, IMF memproyeksikan bank sentral masih memiliki fokus tunggal untuk dikerjakan pada tahun depan. IMF memproyeksikan Bank Indonesia (BI) masih menjadikan agenda pengendalian inflasi menjadi target utama pekerjaan pada 2021.
Di antara negara Asean-5, hanya Vietnam yang diproyeksi mampu tumbuh positif tahun ini sebesar 1,6%. Ekonomi Thailand diprediksi mengalami kontraksi 7,1%. Selanjutnya, pertumbuhan ekonomi Malaysia dan Filipina masing-masing diproyeksikan turun 6% dan 8,3%.
WEO edisi Oktober 2020 memproyeksi kontraksi perekonomian global pada tahun ini sebesar 4,4%, tidak sedalam proyeksi pada Juni 2020 sebesar 4,9%. IMF menyebutkan revisi ini mencerminkan kegiatan ekonomi yang lebih baik pada kuartal II/2020 sehingga meningkatkan aktivitas perekonomian.
“Ada aktivitas ekonomi yang mulai meningkat lebih cepat setelah pelonggaran kebijakan lockdown pada Mei dan Juni 2020, serta didukung indikator ekonomi yang lebih kuat untuk pemulihan pada kuartal III/2020," terang IMF. (kaw)