Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.Â
JAKARTA, DDTCNews – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memaparkan berbagai insentif yang berikan untuk mendukung sektor properti dan perumahan.
Sri Mulyani menyebut insentif untuk sektor properti mencakup insentif yang terkait Covid-19, tidak terkait Covid-19, dan mengenai kemudahan pelaksanaan perpajakan. Dalam menghadapi tantangan pandemi Covid-19, katanya, insentif pajak itu tertuang dalam PMK 110/2020.
"Pemerintah memberikan berbagai kebijakan dan insentif ini agar masyarakat semakin mudah dalam mengakses pembelian properti atau rumah, terutama masyarakat yang berpenghasilan rendah," katanya dalam pembukaan Property Fiesta Virtual Expo 2020, Kamis (15/10/2020).
Sri Mulyani mengatakan PMK 110/2020 memuat insentif pajak untuk sektor properti dan perumahan berupa pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 ditanggung pemerintah (DTP), pembebasan PPh Pasal 22 impor, pengurangan angsuran PPh Pasal 25, dan pengembalian pajak pertambahan nilai (PPN) dipercepat.
Dalam lampirannya, ada berbagai klasifikasi lapangan usaha di sektor properti yang memperoleh insentif pajak tersebut. Misalnya, konstruksi gedung tempat tingkat, konstruksi gedung perkantoran, konstruksi gedung pendidikan, dan konstruksi gedung tempat hiburan.
Selain itu, pemerintah juga mempermudah prosedur pelaksanaan perpajakannya. Untuk dapat menikmati insentif pajak, sambung Sri Mulyani, pelaku usaha cukup menyampaikan pemberitahuan secara online melalui laman resmi Ditjen Pajak.
Di luar insentif pajak, pemerintah memberikan dukungan langsung melalui penempatan dana sebesar Rp5 triliun di BTN dengan tenor 3 bulan. Stimulus ini untuk membantu menyalurkan kredit dengan suku bunga lebih rendah bagi pemulihan ekonomi nasional bentuk pembelian rumah-rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
Sebelum ada pandemi Covid-19, Sri Mulyani menyebut pemerintah telah memberikan berbagai insentif pajak untuk mendukung sektor properti dan perumahan. Salah satunya melalui PMK 86/2019.
Beleid itu menyebut daftar jenis barang kena pajak tergolong mewah selain kendaraan bermotor yang dikenai PPnBM dengan tarif sebesar 20% yakni kelompok hunian mewah seperti rumah mewah, apartemen, kondominium, town house, dan sejenisnya dengan harga jual Rp30 miliar atau lebih.
Sebelumnya, PMK 35/2017 menyebut jenis barang kena pajak tergolong mewah selain kendaraan bermotor yang dikenai PPnBM dengan tarif sebesar 20% yakni rumah dan town house dari jenis non-strata title dengan harga jual Rp20 miliar atau lebih, serta apartemen, kondominium, town house dari jenis strata title, dan sejenisnya dengan harga jual Rp10 miliar atau lebih.
Selain itu, melalui PMK 81/2019, Sri Mulyani menaikkan batas properti sederhana dari pungutan PPN. Batasan rumah umum, pondok boro asrama mahasiswa dan pelajar, serta perumahan lainnya yang atas penyerahannya dibebaskan dari PPN di Pulau Jawa kecuali Jabodetabek semula Rp140 juta pada 2019 menjadi Rp150,5 juta pada 2020.
Pada zona Kalimantan, semula batasannya Rp153 juta pada 2019. Kemudian, batasannya naik menjadi Rp164,500 juta pada 2020. Zona Sulawesi, Bangka Belitung, Kepulauan Mentawai dan Kepulauan Riau semula Rp146 juta pada 2019 menjadi Rp156,5 juta pada 2020.
Zona Maluku, Maluku Utara, Bali dan Nusa Tenggara, Jabodetabek dan Kepulauan Anambas, Kabupaten Murung Raya, Kabupaten Mahakam Ulu semula Rp158 juta pada 2019 menjadi Rp168 juta pada 2020. Adapun Zona Papua dan Papua Barat semula Rp212 juta pada 2019 menjadi Rp219 juta pada 2020.
Secara prosedur pelaksanaan perpajakan, sambungnya, Ditjen Pajak telah meluncurkan e-PHTB yang telah terimplementasi sejak 31 Desember 2019. Dengan aplikasi itu, tata cara penelitian bukti pemenuhan bukti pemenuhan kewajiban penyetoran PPh atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan atau perubahan perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan/atau bangunan ke kantor pajak semakin mudah.
Sri Mulyani berharap masyarakat memanfaatkan semua insentif dan kemudahan pajak tersebut untuk mendorong pemulihan ekonomi nasional. Menurutnya, pemerintah akan terus memperbaiki sistem pajak sesuai dengan kebutuhan sektor properti dan masyarakat di masa datang.
"Ini perlu juga menjadi perhatian kami untuk terus menerapkan sistem pajak yang berkeadilan. Dengan demikian, seluruh masyarakat merasa diperlakukan secara adil dalam kewajiban pembayaran pajaknya," ujarnya. (kaw)