STATISTIK EKONOMI

Di Tengah Resesi, Neraca Transaksi Berjalan Malah Surplus

Muhamad Wildan
Senin, 23 November 2020 | 12.30 WIB
Di Tengah Resesi, Neraca Transaksi Berjalan Malah Surplus

Kantor pusat Bank Indonesia. (Foto: DDTCNews)

JAKARTA, DDTCNews - Di tengah resesi, Bank Indonesia (BI) mencatat Indonesia mengalami surplus neraca transaksi berjalan sebesar US$964 juta per kuartal III/2020 setelah sekian lama mengalami defisit neraca transaksi berjalan (current account deficit) pada kuartal-kuartal sebelumnya.

Surplus neraca transaksi berjalan pada kuartal III/2020 setara dengan 0,4% PDB (produk domestik bruto). Surplus pada kuartal III/2020 didukung oleh perbaikan kinerja ekspor dan tertahannya aktivitas impor sejalan dengan lemahnya permintaan domestik di tengah pandemi Covid-19.

Bank Indonesia mencatat surplus pada neraca barang mencapai US$9,79 miliar, atau lebih tinggi apabila dibandingkan dengan kuartal-kuartal sebelumnya.

"Peningkatan surplus neraca barang tersebut bersumber dari surplus neraca perdagangan nonmigas yang meningkat signifikan dan defisit neraca perdagangan migas yang membaik," tulis BI pada Laporan Neraca Pembayaran Indonesia Triwulan III/2020, Jumat (20/11/2020).

Secara lebih terperinci, BI mencatat surplus neraca perdagangan nonmigas mencapai US$9,44 miliar, jauh lebih tinggi bahkan bila dibandingkan dengan surplus neraca pedagangan nonmigas sebelum pandemi pada kuartal I/2020 sebesar US$5,8 miliar.

Defisit neraca perdagangan migas juga tercatat hanya sebesar US$713 juta, jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan kondisi normal sebelum Covid-19.

Meski surplus neraca barang tercatat membaik, defisit pada neraca-neraca lainnya seperi neraca jasa dan neraca pendapatan primer tidak berbeda jauh berbeda bila dibandingkan dengan kuartal-kuartal sebelumnya, bahkan cenderung meningkat.

Defisit neraca jasa per kuartal III/2020 tercatat sebesar US$2,61 miliar, tak jauh berbeda bila dibandingkan dengan kuartal-kuartal sebelumnya. Pada kuartal II/2020, tercatat defisit neraca jasa masih sebesar US$2,16 miliar.

"Defisit neraca jasa meningkat dipengaruhi oleh peningkatan defisit jasa perjalanan karena kunjungan wisatawan mancanegara yang masih rendah, serta peningkatan defisit jasa lainnya seperti jasa telekomunikasi, komputer, dan informasi," tulis BI.

Defisit neraca pendapatan primer tercatat mencapai US$7,58 miliar, lebih tinggi bila dibandingkan dengan defisit neraca tersebut pada kuartal II/2020 sebesar US$6,17 miliar.

BI menyebutkan peningkatan defisit neraca pendapatan primer didorong oleh pembayaran imbal hasil atas investasi langsung oleh nonresiden yang meningkat. (Bsi)

Editor :
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.