Dirjen Pajak Suryo Utomo dalam Sosialisasi Klaster Kemudahan Berusaha Bidang Perpajakan di Semarang. (tangkapan layar Youtube DJP)
JAKARTA, DDTCNews – Ditjen Pajak (DJP) memulai rangkaian sosialisasi klaster perpajakan dalam UU Cipta Kerja. Wilayah Jawa Tengah menjadi destinasi awal kegiatan sosialisasi otoritas kepada pelaku usaha daerah.
Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan secara prinsip tujuan utama dari perombakan kebijakan perpajakan dalam UU Cipta Kerja adalah untuk meningkatkan investasi, mendorong kepatuhan WP, memberikan kepastian hukum, dan menjamin keadilan dalam iklim berusaha.
Menurutnya, 4 tujuan tersebut memiliki dua arti penting, yakni kebijakan perpajakan yang ramah terhadap investasi dan mendorong semua pelaku usaha masuk dalam sistem administrasi pajak. Simak pula artikel ‘Simak, Ternyata Klaster Perpajakan UU Cipta Kerja Sasar 4 Tujuan Ini’.
"Pengorbanan pemerintah ini besar dalam bidang perpajakan, seperti tarif turun dan relaksasi pajak atas dividen. Ini merupakan cara agar ekonomi bergerak. Kemudian, kami ingin semua pelaku usaha masuk dalam sistem," katanya, Senin (7/12/2020).
Suryo mengatakan relaksasi kebijakan pajak tidak hanya masuk dalam UU Cipta Kerja. Pemangkasan tarif PPh badan juga sudah diatur dalam UU 2/2020. Menurutnya, berbagai relaksasi ini membuat posisi pemerintah berada pada posisi paling akhir untuk mendapatkan manfaat.
Menurutnya, fokus utama kebijakan adalah meningkatkan denyut kegiatan ekonomi riil di masyarakat. Dia menyebutkan pengusaha mempunyai peran sentral untuk agenda ini. Oleh karena itu, berbagai reaksi diberikan.
Sederet relaksasi tersebut, sambungnya, tidak hanya menguntungkan pengusaha tapi juga memberikan efek berganda pada munculnya aktivitas ekonomi baru.
"Jadi, dengan regulasi ini, negara menunggu di belakang. Kami berharap dengan bayar [PPh badan] lebih kecil maka jumlah karyawan dapat meningkat dan ekonomi di sekitar bisa tumbuh. Karena yang bisa mendorong ini pengusaha," terangnya.
Kemudian, gelontoran insentif tersebut juga diimbangi dengan komitmen pemerintah untuk mendorong semua pelaku usaha masuk dalam sistem administrasi perpajakan. Dengan demikian, beban pajak ditanggung seluruh aktivitas ekonomi.
Salah satu kebijakan yang diatur untuk menciptakan level playing field adalah kewajiban mencantumkan Nomor Induk Kependudukan (NIK) pembeli di faktur pajak. Menurutnya, aturan ini dibuat untuk mempersempit celah bagi pelaku usaha yang tidak patuh dan cenderung menghindari kewajiban membayar pajak atas aktivitas bisnis yang dilakukan.
"Kami ingin semua masuk ke dalam sistem karena pajak itu kan berdasarkan penghasilan. Kalau kecil, yang bayar pajaknya sedikit. Makanya dibuat kalau pengusaha mau jualan yang cantumkan nama dan NIK. Kami ingin bawa semua aktivitas ekonomi di dalam sistem," imbuhnya. (kaw)