Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. (Foto: Youtube Kemenkeu)
JAKARTA, DDTCNews - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan mayoritas utang pemerintah yang hingga akhir November 2020 mencapai Rp5.910,64 triliun berasal dari dalam negeri, bukan luar negeri.
Dia membantah tudingan pandemi Covid-19 membuat pemerintah mengambil utang secara ugal-ugalan. "Kalau disebutkan mata uang asing pada surat utang luar negeri yang dominan itu nggak benar," katanya dalam acara Outlook Perekonomian Indonesia 2021, Selasa (22/12/2020).
Sri Mulyani mengatakan pemerintah memang memutuskan memperlebar defisit APBN hingga 6,34% dari biasanya di bawah 3% karena penerimaan pajak menurun sedangkan kebutuhan anggaran yang besar akibat pandemi.
Pemerintah menambal defisit dengan utang yang berasal dari pinjaman maupun penerbitan surat berharga negara (SBN). Walaupun menerbitkan SBN berdenominasi rupiah, dolar AS, euro, dan yen, Sri Mulyani memastikan komposisi terbesar tetap dalam bentuk rupiah.
Bahkan ketika menerbitkan SBN ritel, sekitar 56% pembelinya adalah kalangan ibu rumah tangga. Realisasi pembiayaan utang hingga November 2020 tercatat Rp1.065,1 triliun, yang terdiri atas Rp1.044,25 triliun dari penerbitan SBN dan Rp20,8 triliun dari pinjaman.
Sementara itu, mengenai posisi utang hingga November 2020 yang senilai Rp5.910,64 triliun, buku APBN Kita edisi Desember 2020 mencatat Rp825,59 triliun atau 16,1% berupa pinjaman dari dalam dan luar negeri, masing-masing Rp11,55 triliun dan Rp814,05 triliun.
Sementara itu, Rp5.085,04 triliun atau 86,0% dari utang tersebut berasal dari penerbitan SBN. Jika diperinci, penerbitan SBN domestik mencapai Rp3.891,92 triliun, yang terdiri atas surat utang negara Rp3.181,64 triliun dan surat berharga syariah negara Rp710,28 triliun.
Adapun SBN valuta asing (valas) tercatat hanya Rp1.193,12 triliun yang terdiri atas surat utang negara Rp943,06 triliun dan surat berharga syariah negara Rp250,06 triliun. Dengan posisi utang hingga November 2020 tersebut, rasio utang pemerintah terhadap PDB adalah 38,13%. (Bsi)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.