Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam rapat kerja bersama DPD, Selasa (26/1/2021). (foto: hasil tangkapan layar)
JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah mencatat penyaluran dana otonomi khusus (otsus) serta dana tambahan infrastruktur kepada Papua dan Papua Barat telah mencapai Rp138,65 triliun dalam 20 tahun terakhir.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan pemerintah mulai menyalurkan dana otsus dan tambahan infrastruktur tersebut mulai 2002, atau sejak UU Otonomi Khusus Papua disahkan pada 2001. Dana tersebut rutin disalurkan setiap tahun.
"Total alokasi dana otsus dan dana untuk infrastruktur bagi Papua mencapai Rp138,65 triliun pada 2002 hingga 2021," katanya dalam rapat kerja bersama DPD, Selasa (26/1/2021).
Sri Mulyani menjelaskan dana otsus dan tambahan infrastruktur itu belum termasuk dana transfer ke daerah dan dana desa senilai Rp702,3 triliun, serta belanja kementerian/lembaga di Papua dan Papua Barat sejumlah Rp251,29 triliun sepanjang 2005-2021.
Untuk itu, rata-rata proporsi dana otsus dan TKDD lainnya terhadap pendapatan pemerintah daerah di Papua dan Papua Barat terbilang signifikan. Adapun proporsi dana otsus dan TKDD lainnya terhadap pendapatan pemda di Papua dan Papua Barat masing-masing 70% dan 68% dalam lima tahun terakhir ini.
Sri Mulyani menjelaskan dana otsus digunakan untuk memenuhi kebutuhan belanja pendidikan, kesehatan, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Papua dan Papua Barat.
Di bidang pendidikan, angka partisipasi murni (APM) di Papua dan Papua Barat tercatat terus tumbuh tiap tahun masing-masing 1,08% dan 0,68% per tahun. Rata-rata peningkatan APM Papua sudah lebih baik dari nasional yang 0,74% per tahun, tetapi Papua Barat masih lebih rendah.
Di bidang kesehatan, lanjut Sri Mulyani, rata-rata peningkatan tingkat umur harapan hidup Papua dan Papua Barat masing-masing menjadi 0,15 tahun dan 0,14 tahun. Adapun rata-rata nasional 0,17 tahun per tahun.
"Potret dalam 10 tahun terakhir dari berbagai indikator kesenjangan, memang ada perbaikan tetapi tidak banyak berbeda sehingga konsep kesenjangan yang harusnya ditutup dengan adanya pemihakan dan otsus mungkin belum terlihat dari hasil kualitas kesejahteraan Papua," ujarnya.
Menurutnya, salah satu penyebab sulitnya menekan kesenjangan di Papua dan Papua Barat adalah karena tata kelola yang masih lemah. Misal, kepatuhan menyampaikan APBD. Di Provinsi Papua, ada 33% pemda yang belum patuh menyampaikan APBD dalam 3 tahun terakhir. Lalu, Papua Barat ada 29% pemda.
Nilai monitoring center for prevention dari KPK juga rendah, yaitu 34% untuk provinsi, kabupaten, dan kota di Papua atau peringkat 2 terendah. Sementara itu, Papua Barat senilai 31%, atau terendah di antara provinsi, kabupaten, dan kota lainnya di Indonesia.
Sri Mulyani pun memaparkan sejumlah strategi perbaikan tata kelola dana otsus Papua dan Papua Barat di antaranya dengan meningkatkan desain tata kelola yang mendukung penguatan akuntabilitas dan transparansi.
Menkeu juga akan memperkuat Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) dengan melibatkan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) serta meningkatkan pengawasan dengan memperkuat sinergi antarkementerian/lembaga. (rig)