Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam webinar bertajuk Optimalisasi Penerimaan Pajak Melalui Penerapan SIN Pajak Demi Kemandirian Fiskal Indonesia, Jumat (28/5/2021). (tangkapan layar Youtube)
JAKARTA, DDTCNews – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut saat ini pegawai Ditjen Pajak (DJP) tengah bekerja keras mengolah ratusan jenis data yang dapat digunakan untuk menggali potensi penerimaan pajak.
Sri Mulyani mengatakan pengolahan data untuk optimalisasi penerimaan pajak telah dimulai sejak awal kemerdekaan. Menurutnya, kebutuhan analisis data sudah makin mendesak seiring dengan berkembangnya teknologi digital dan tercapainya kesepakatan saling bertukar data antarnegara.
"[Data ini] dimanfaatkan Ditjen Pajak untuk menggali potensi penerimaan, memperkaya dan membangun basis data perpajakan, dan tentu dalam rangka melakukan analisis potensi maupun risiko," katanya dalam sebuah webinar, Jumat (28/5/2021).
Sri Mulyani mengatakan data menjadi faktor penting untuk menggali potensi penerimaan pajak. Oleh karena itu, negara harus membangun institusi yang dapat mengumpulkan, mengolah, menganalisis, dan menggunakan data tersebut untuk meningkatkan penerimaan.
Menurutnya, saat ini, DJP tengah berupaya menyelesaikan berbagai tantangan tersebut melalui program reformasi perpajakan. Sri Mulyani menyebut cakupan informasi yang dikumpulkan DJP sudah makin komprehensif sejak penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) No. 31/2012.
Melalui beleid itu, pemerintah memberikan kewenangan kepada DJP untuk mendapatkan data dan informasi dari instansi, lembaga, asosiasi, pihak lainnya (ILAP) demi kepentingan penggalian potensi pajak.
Hingga saat ini, DJP sudah mendapatkan data dan informasi dari 69 ILAP yang terdiri atas 337 jenis data. Data tersebut meliputi data transaksi, data identitas, data perizinan, dan data-data lain yang sifatnya nontransaksional.
Sri Mulyani melanjutkan 2017 menjadi periode penting pengelolaan data perpajakan karena telah tercapai komitmen pertukaran informasi secara otomatis (automatic exchange of financial account information/AEoI) melalui upaya di Forum G20. Pada 2019, DJP mulai menerima dan mengolah data warga negara Indonesia di luar negeri untuk kepentingan penggalian potensi pajak.
Data-data itu kemudian diolah untuk mendapatkan analisis mengenai business intelligence, melakukan seleksi kasus, mengembangkan risk engine kepatuhan perpajakan, serta membangun compliant risk management (CRM).
"CRM sekarang ini menjadi ujung tombak Ditjen Pajak dalam menjalankan fungsi ekstensifikasi dan intensifikasi perpajakan," ujarnya.
Proses penataan sistem data pada DJP masih akan terus berjalan karena saat ini juga ada upaya penguatan proses bisnis secara digital dengan pembaruan sistem inti administrasi perpajakan atau core tax administration system.
Dengan sistem tersebut, dia berharap institusi DJP akan makin andal dan mempunyai kapasitas dalam mengantisipasi perubahan pada masa depan, terutama pascapandemi Covid-19.
Kemampuan pegawai DJP untuk melakukan analisis dan membangun sebuah ekosistem big data perpajakan juga menjadi sangat penting. Dia pun menegaskan komitmen pemerintah untuk mendukung peningkatan sumber daya manusia (SDM) di bidang perpajakan agar memiliki kemampuan untuk menganalisis data.
Sebagai informasi, webinar bertajuk Optimalisasi Penerimaan Pajak Melalui Penerapan SIN Pajak Demi Kemandirian Fiskal Indonesia ini diselenggarakan Universitas Pelita Harapan (UPH). (kaw)