Ilustrasi. (esdm.go.id)
JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah telah menyiapkan strategi untuk mengoptimalkan penerimaan negara dari sektor minyak dan gas (migas) pada 2022.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Kacaribu mengatakan penerimaan migas hingga saat ini masih cenderung fluktuatif, termasuk akibat pandemi Covid-19. Pemerintah akan terus memperbaiki kebijakan di bidang migas agar penerimaan negara makin meningkat.
"Harapannya, inilah yang dapat meningkatkan penerimaan, mengurangi impor migas, menciptakan lapangan kerja, dan mendukung industri nasional," katanya dalam rapat kerja bersama Badan Anggaran (Banggar) DPR, Rabu (9/6/2021).
Febrio mengatakan pemerintah telah memiliki 5 strategi untuk meningkatkan penerimaan migas 2022. Pertama, meningkatkan lifting migas, antara lain melalui penyederhanaan dan kemudahan perizinan untuk meningkatkan investasi hulu migas, meningkatkan dan memperluas kebijakan pelayanan satu pintu, serta melakukan eksplorasi untuk penemuan cadangan besar.
Kedua, mendorong pelaksanaan kontrak bagi hasil dan pengendalian biaya operasional kegiatan usaha migas, antara lain dengan mendorong skema bagi hasil pengusahaan hulu migas yang ada saat ini agar pelaku usaha dapat menjalankan usahanya secara efektif dan efisien.
Ketiga, menyempurnakan regulasi di bidang migas, baik berupa peraturan maupun kontrak perjanjian. Keempat, meningkatkan monitoring dan evaluasi, pengawasan, dan transparansi pemanfaatan serta penggalian potensi melalui pemanfaatan teknologi.
Kelima, menerapkan kebijakan penetapan harga gas bumi tertentu melalui paket kebijakan stimulus ekonomi untuk mendorong pertumbuhan industri dalam negeri.
Mengenai dukungan fiskal, Febrio menyebut pemerintah telah melakukan revolusi regulasi untuk mendorong peningkatan lifting migas. Revolusi itu ditandai dengan pengesahan UU No.22/2002 hingga akhirnya skema kontrak migas dan ketentuan fiskalnya ikut berubah.
Pada skema kontrak yang berlaku saat ini, yakni cost recovery dan gross split, tarif pajak efektifnya sebesar 37,6%. Besaran tarif tersebut terdiri atas pajak penghasilan badan sebesar 22% dan pajak dividen sebesar 15,6%.
"Harapannya ke depan ini akan bisa lebih efisien lagi dan bisa mendukung investasi di sektor hulu migas," ujarnya.
Hingga April 2021, Febrio menyebut realisasi penerimaan migas tercatat Rp38,8 triliun atau 32% dari target Rp124,77 triliun. Kontribusi terbesar penerimaan migas berasal dari penerimaan negara bukan pajak (PNBP), yakni 65%. Sementara sisanya dari pajak. (kaw)