BERITA PAJAK SEPEKAN

Rencana Memperpanjang Periode Diskon Angsuran PPh Pasal 25 Terpopuler

Ringkang Gumiwang
Sabtu, 26 Juni 2021 | 08.00 WIB
Rencana Memperpanjang Periode Diskon Angsuran PPh Pasal 25 Terpopuler

Ilustrasi. Gedung Kementerian Keuangan. (Foto: Kemenkeu)

JAKARTA, DDTCNews – Rencana pemerintah untuk memperpanjang sejumlah insentif pajak hingga akhir tahun, termasuk pengurangan angsuran PPh Pasal 25 menjadi berita terpopuler sepanjang pekan ini, 21-25 Juni 2021.

Insentif pajak yang diperpanjang hingga akhir tahun merupakan insentif yang diatur dalam PMK No. 9/2021 seperti PPh Pasal 21 ditanggung pemerintah (DTP), PPh final UMKM DTP, pembebasan PPh Pasal 22 impor, dan diskon angsuran PPh Pasal 25.

Namun demikian, perpanjangan beberapa insentif tersebut tidak berlaku untuk semua sektor. Insentif yang dimaksud antara lain diskon angsuran PPh Pasal 25, pembebasan PPh Pasal 22 impor, dan restitusi PPN dipercepat.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan perpanjangan periode pemberian insentif itu hanya untuk sektor-sektor usaha yang memang masih membutuhkan dukungan. Pemerintah akan melihat kondisi masing-masing sektor usaha.

“Tidak untuk seluruh sektor seperti yang selama ini. Kami hanya akan memberikan untuk sektor-sektor yang memang masih membutuhkan dukungan. Ini kami akan melakukan [kajian] terus secara teliti,” katanya.

Untuk PPh Pasal 21 DTP dan PPh final DTP untuk UMKM, lanjut Sri Mulyani, sektor usaha yang dapat menerima insentif tersebut masih akan sama seperti yang diatur dalam PMK 9/2021. Dengan kata lain, tidak akan ada pengurangan.

Berita pajak terpopuler lainnya adalah diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan No. 56/2021 tentang Penggunaan Nilai Buku atas Pengalihan dan Perolehan Harta Dalam Rangka Penggabungan, Peleburan, Pemekaran, Atau Pengambilalihan Usaha.

Melalui PMK 56/2021, pemerintah memerinci dan menambah beberapa ketentuan terkait dengan penggunaan nilai buku dalam rangka pemekaran usaha untuk kepentingan penerapan aturan di bidang pajak pajak penghasilan.

Pemerintah memerinci 3 kelompok pemekaran usaha yang dapat menggunakan nilai buku. Pertama, pemisahan usaha 1 wajib badan dalam negeri yang modalnya terbagi atas saham menjadi 2 wajib pajak dalam negeri atau lebih.

Kedua, pemisahan usaha 1 wajib pajak badan dalam negeri yang modalnya terbagi atas saham dengan cara mengalihkan sebagian harta dan kewajiban kepada 1 atau lebih wajib pajak badan dalam negeri yang modalnya terbagi atas saham.

Ketiga, suatu rangkaian tindakan untuk melakukan pemisahan usaha 2 atau lebih wajib pajak badan dalam negeri yang modalnya terbagi atas saham. Berikut berita pajak pilihan lainnya sepanjang pekan ini, 21-25 Juni 2021.

1. Kemenkeu Ungkap Perlunya PPN Multitarif
Kementerian Keuangan menyatakan kebijakan PPN multitarif perlu dilakukan sebagai upaya untuk menciptakan keadilan bagi masyarakat. Terlebih, skema PPN multitarif ini juga sudah umum diterapkan di berbagai negara.

Kemenkeu menegaskan bentuk konkret peningkatan keadilan adalah dengan tidak mengenakan PPN sembako yang dijual di pasar tradisional, jasa pendidikan yang mengemban misi sosial kemanusiaan (nonkomersial), dan jasa kesehatan yang dibayar melalui BPJS.

Kemudian, hasil pertanian dari petani dalam negeri tidak akan dikenakan PPN, sedangkan hasil pertanian impor akan dikenai PPN. Hal tersebut dinilai sebagai bentuk perlindungan kepada petani selain pemberian subsidi.

2. Dirjen Pajak Sebut Penurunan Threshold PKP Sedang Dikaji Pemerintah
Penurunan ambang batas (threshold) pengusaha kena pajak (PKP) dalam sistem pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi salah satu rencana kebijakan yang dikaji pemerintah.

Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan penurunan threshold PKP – yang saat ini senilai Rp4,8 miliar – dan perubahan kelompok barang dan jasa yang dikenai PPN sedang dikaji pemerintah. Rencana kebijakan ini menjadi bagian dari upaya untuk menciptakan basis pajak yang lebih adil.

Sebelumnya, World Bank kembali merekomendasikan penurunan threshold PKP. Pengaturan ulang batasan omzet PKP sudah masuk dalam Renstra Kemenkeu 2020-2024 yang dimuat dalam PMK 77/2020.

3. Pemanfaatan Insentif Pajak Jadi Temuan BPK, Ini Kata DJP
Ditjen Pajak (DJP) mengaku telah melakukan tindak lanjut atas berbagai temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait dengan pemanfaatan insentif pajak untuk wajib pajak terdampak pandemi Covid-19.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Neilmaldrin Noor mengatakan pengawasan terhadap wajib pajak telah dilakukan melalui penelitian atas pemenuhan kewajiban perpajakan.

Pemantauan dan evaluasi pelaksanaan pengawasan wajib pajak pemanfaat insentif akan dilakukan secara berjenjang sesuai dengan unit kerja, tugas, serta fungsinya masing-masing.

Untuk mendukung pelaksanaan pengawasan, otoritas pajak juga menyiapkan aplikasi management dashboard e-Reporting. Aplikasi tersebut digunakan untuk menatausahakan proses pemantauan (monitoring) pemanfaatan insentif pajak.

4. Tidak Wajar, BPK Sebut Ribuan Wajib Pajak dapat Insentif Ganda
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan adanya ketidakwajaran dalam pemberian insentif PPh final UMKM ditanggung pemerintah (DTP) dan pengurangan angsuran PPh Pasal 25 pada tahun lalu.

Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) 2020, BPK mencatat terdapat wajib pajak yang mendapatkan insentif PPh final UMKM DTP dan pengurangan angsuran PPh Pasal 25 secara sekaligus.

"Diketahui terdapat ketidakwajaran pemanfaatan insentif karena persyaratan bagi masing-masing insentif bertentangan yang tidak memungkinkan wajib pajak mendapatkan keduanya," tulis BPK dalam LHP LKPP 2020.

Secara lebih terperinci, terdapat 2.833 wajib pajak yang mendapatkan fasilitas PPh final UMKM DTP dan pengurangan PPh Pasal 25 secara sekaligus. Wajib pajak mendapatkan insentif Rp20,48 miliar untuk insentif PPh final UMKM dan Rp50,67 miliar untuk insentif PPh Pasal 25.

5. PMK Baru, Ini Hak dan Kewajiban Perpajakan WP Pertambangan Mineral
Kementerian Keuangan memerinci hak dan kewajiban perpajakan bagi wajib pajak yang bergerak di bidang pertambangan mineral.

Perincian tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 61/PMK.03/2021. Terbitnya PMK ini untuk melaksanakan ketentuan Pasal 17 ayat (4) PMK 37/2018 tentang Perlakuan Perpajakan dan/atau Penerimaan Negara Bukan Pajak di Bidang Usaha Pertambangan Mineral.

Setidaknya terdapat 5 kelompok wajib pajak di bidang pertambangan mineral yang diatur dalam PMK 61/2021. Selain itu, terdapat 7 hak dan kewajiban perpajakan bagi wajib pajak Pemegang IUP, IUPK, IPR, IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak, atau KK. (Bsi)

Editor :
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.