Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Estimasi tambahan penerimaan yang bisa didapatkan dari penerapan alternative minimum tax (AMT) menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Rabu (14/7/2021).
Seperti diketahui, pemerintah mengusulkan pengenaan pajak sebesar 1% dari penghasilan bruto terhadap wajib pajak badan yang melaporkan rugi atau yang memiliki PPh badan terutang kurang dari 1% dari penghasilannya. Simak ‘WP Badan Lapor Rugi Bakal Kena PPh Minimum 1% dari Omzet’.
Untuk menghitung nilai potensi penerimaan pajak dari penerapan AMT, digunakan data jumlah penghasilan bruto dari wajib pajak yang mengalami kerugian fiskal selama 5 tahun berturut-turut dikalikan dengan tarif efektif AMT sebesar 1%.
Berdasarkan pada data internal Kementerian Keuangan, setidaknya terdapat 9.496 wajib pajak yang mengalami kerugian fiskal 5 tahun berturut-turut dengan jumlah penghasilan bruto pada 2019 sekitar Rp830 triliun.
“Estimasi penerimaan pajak dengan diterapkannya AMT berdasarkan penghitungan data tersebut yaitu sebesar Rp8,3 triliun,” tulis pemerintah dalam Naskah Akademik (NA) Rancangan Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan (RUU KUP).
Selain mengenai potensi penerimaan pajak dari pengenaan AMT, ada pula bahasan terkait dengan penambahan daftar barang impor untuk penanganan pandemi Covid-19 yang dapat memperoleh fasilitas perpajakan.
Penerimaan pajak dari pengenaan AMT dinilai akan berdampak positif terhadap keuangan negara. Dari sudut pandang makro, AMT merupakan pajak langsung (direct tax) yang bebannya ditanggung sendiri oleh subjek pajak.
Oleh karena itu, pemerintah menyadari perlunya kehati-hatian dalam mendesain kebijakan tersebut nantinya. Pemerintah menyatakan reformasi perpajakan atas pajak langsung dapat mendistorsi kegiatan perekonomian jika tidak dirancang dengan saksama dan hati-hati.
Skema AMT tidak akan berlaku untuk semua wajib pajak yang menyatakan rugi. Apalagi, terdapat titik dalam siklus bisnis (business life cycle) suatu perusahaan sehingga memang wajar jika perusahaan mengalami kerugian. Simak pula ‘Tidak Semua Perusahaan yang Rugi Bakal Kena PPh Minimum 1% Omzet’. (DDTCNews/Kontan)
Managing Partner DDTC Darussalam menilai rencana penerapan AMT bisa berdampak positif pada penerimaan negara, terutama terkait dengan disiplin pembayaran pajak. Skema tersebut akan berdampak positif dalam upaya melawan penghindaran pajak, khususnya melalui skema rugi fiskal secara terus-menerus.
Darussalam menegaskan penerapan AMT berperan sebagai safeguard yang akan menjamin kontribusi pembayaran pajak, setidaknya dalam jumlah minimal tertentu dari setiap wajib pajak badan. Di sisi lain, pemerintah perlu mengantisipasi adanya skema tax planning baru, yaitu skema perencanaan pajak agar beban pajak perusahaan menghasilkan beban sebesar 1% dari penghasilan bruto. Simak ‘Kombinasi 3 Instrumen Ini Efektifkan Pencegahan Penghindaran Pajak’. (Kontan)
Pemerintah kembali menambah daftar barang impor untuk penanganan pandemi Covid-19 yang dapat memperoleh fasilitas perpajakan. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menuangkan kebijakan tersebut dalam PMK 92/2021 sebagai revisi ketiga atas PMK 34/2020.
Dalam lampiran PMK tersebut, terdapat 5 kelompok barang yang dapat memperoleh fasilitas perpajakan. Kelompok barang tersebut meliputi test kit dan reagen laboratorium, virus transfer, obat, peralatan medis dan kemasan oksigen, serta alat pelindung diri (APD).
Adapun pada kelompok peralatan medis dan kemasan oksigen, ada penambahan jenis barang paling banyak. Barang yang ditambahkan tersebut semuanya berhubungan dengan penyediaan oksigen. Simak ‘Dukung Suplai Oksigen, Sri Mulyani Ubah PMK Fasilitas Perpajakan’. (DDTCNews)
Ditjen Pajak (DJP) kembali mengingatkan mengenai batas waktu pengenaan pajak penghasilan (PPh) final UMKM PP 23/2018 bagi wajib pajak badan. DJP mengatakan PPh final UMKM PP 23/2018 telah berlaku sejak Juli 2018 dengan tarif 0,5% dari omzet.
Sesuai dengan PP 23/20218, batas waktu 3 tahun pajak untuk wajib pajak badan perseroan terbatas (PT). Kemudian, batas waktu 4 tahun pajak bagi wajib pajak badan berbentuk koperasi, persekutuan komanditer, atau firma.
Dengan ketentuan tersebut, jika wajib pajak badan terdaftar pada tahun pajak 2018 atau sebelumnya, PPh final UMKM berlaku hingga akhir tahun pajak 2020 untuk PT dan akhir tahun pajak 2021 untuk CV, koperasi, atau firma.
“Setelah berakhirnya jangka waktu, wajib pajak badan tersebut melaksanakan kewajiban perpajakan sesuai ketentuan umum UU PPh untuk tahun pajak-tahun pajak berikutnya,” tulis DJP dalam unggahannya di Instagram. Simak ‘DJP Ingatkan Lagi Batas Waktu Pengenaan PPh Final UMKM bagi WP Badan’ dan ‘Begini Simulasi Penerapan Batas Waktu PPh Final UMKM untuk WP Badan’. (DDTCNews)
Pemerintah optimistis tren pemulihan ekonomi akan tetap berlanjut meskipun terjadi peningkatan kasus aktif Covid-19.
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan pemerintah terus memberikan dukungan untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi nasional. Kepada pelaku usaha misalnya, pemerintah kembali memperpanjang pemberian insentif pajak.
"Dengan berbagai kebijakan ekonomi, termasuk insentif perpajakan [seperti] relaksasi PPN [pajak pertambahan nilai], pemerintah melihat bahwa recovery masih dapat terus berlangsung," katanya. Simak ‘Insentif Pajak Diperpanjang, Tren Pemulihan Ekonomi Diyakini Berlanjut’. (DDTCNews) (kaw)