PEREKONOMIAN INDONESIA

Kinerja Sektor Manufaktur Mei 2022 Melambat, Begini Penjelasan BKF

Dian Kurniati
Jumat, 03 Juni 2022 | 14.00 WIB
Kinerja Sektor Manufaktur Mei 2022 Melambat, Begini Penjelasan BKF

Pekerja menyelesaikan pembuatan perangkat alat elektronik rumah tangga di PT Selaras Citra Nusantara Perkasa, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Rabu (19/8/2020). ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya/foc.

JAKARTA, DDTCNews - Skor Purchasing Managers Index (PMI) manufaktur Indonesia pada Mei 2022 mencatatkan kinerja ekspansif pada level 50,8. Namun, capaian tersebut melambat dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang mencapai 51,9.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Kacaribu mengatakan melambatnya laju ekspansi sektor manufaktur dirasakan cukup merata, baik di negara maju maupun berkembang. Menurutnya, disrupsi rantai pasok dan kebijakan restriksi Covid-19 di China telah berdampak pada kinerja manufaktur di banyak negara mengingat besarnya kontribusi negara tersebut dalam rantai pasok global.

"Hal tersebut akan terus kami antisipasi agar risiko ini tidak menghambat laju pemulihan ekonomi Indonesia," katanya dalam keterangan tertulis, Jumat (3/6/2022).

Febrio mengatakan pertumbuhan permintaan baik domestik maupun ekspor masih terus meningkat. Sementara itu, penyerapan kerja juga masih terus terjadi seiring dengan ekspansi produksi.  

Meskipun demikian, konflik geopolitik yang tengah terjadi serta restriksi sosial di China karena pandemi menekan arus pasokan serta waktu pengiriman barang ke dalam negeri pada bulan Mei. Kondisi ini menyebabkan tertahannya sektor manufaktur dalam mengoptimalkan kapasitas produksinya.

Di sisi lain, harga barang input yang masih tinggi turut menambah tekanan pada pertumbuhan sektor manufaktur. Namun, dia memperkirakan kinerja manufaktur ke depan akan membaik seiring dengan relaksasi lockdown di China.

Febrio menilai kapasitas produksi manufaktur saat ini terus membaik dan mulai mendekati kapasitas produksi rata-rata pada periode prapandemi. Selain itu, intervensi pemerintah untuk mengendalikan harga juga sangat penting untuk menjaga berlanjutnya momentum pemulihan.

"Momentum kenaikan harga komoditas juga diharapkan memiliki dampak positif ke aktivitas dunia usaha secara umum," ujarnya.

Febrio menambahkan laju inflasi pada Mei secara tahunan juga masih melanjutkan tren peningkatan yang mencapai 3,55%. Inflasi ini menjadi yang tertinggi sejak Desember 2017, dipengaruhi tekanan harga komoditas global dan dampak dari kenaikan permintaan Lebaran.

Dengan kondisi tersebut, dia menjelaskan pemerintah bersama dengan DPR telah menyetujui tambahan alokasi subsidi dan kompensasi dalam APBN 2022 untuk menjaga proses pemulihan ekonomi dan daya beli masyarakat, terutama akses terhadap kebutuhan pangan dan energi. Menurutnya, hal itu menunjukkan peran APBN sebagai shock absorber yang semakin kuat untuk meminimalisasi dampak kenaikan harga komoditas energi dan pangan global.

"Dengan tambahan alokasi tersebut, ditambah berbagai kebijakan stabilisasi harga lainnya, tingkat inflasi domestik diharapkan terus terjaga sehingga mampu menjaga daya beli masyarakat," imbuhnya. (sap)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.