SEBAGAI sumber daya alam (SDA) yang tak bisa diperbarui, mineral merupakan kekayaan nasional yang dikuasai negara untuk kesejahteraan rakyat. Penguasaan mineral oleh negara ini diselenggarakan pemerintah melalui fungsi kebijakan, pengaturan, pengurusan, pengelolaan, dan pengawasan.
Wewenang pemerintah dalam pengelolaan pertambangan mineral salah satunya adalah memberikan perizinan berusaha pertambangan. Perizinan yang dimaksud di antaranya berupa izin pertambangan rakyat (IPR). Pemegang IPR ini wajib membayar pendapatan negara dan pendapatan daerah, termasuk dalam bentuk pajak. Lantas, apa itu IPR?
Definisi
KETENTUAN mengenai IPR di antaranya tercantum dalam UU 4/2009 s.t.d.d UU 3/2020 yang mengatur tentang pertambangan mineral dan batubara. Sementara itu, ketentuan mengenai hak dan kewajiban pajak bagi pemegang IPR tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 61/PMK.03/2021 (PMK 61/2021).
Berdasarkan beleid tersebut, IPR adalah izin untuk melaksanakan usaha pertambangan dalam wilayah pertambangan rakyat dengan luas wilayah dan investasi terbatas (Pasal 1 angka 10 UU 4/2009 s.t.d.d UU 3/2020 dan Pasal 1 angka 3 PMK 61/2021).
IPR diberikan oleh pemerintah kepada orang perseorangan yang merupakan penduduk setempat atau koperasi yang anggotanya merupakan penduduk setempat. Namun, pemohon harus menyampaikan permohonan terlebih dahulu agar dapat memperoleh IPR (Pasal 67 UU 3/2020).
Adapun kaitan antara IPR dan wilayah pertambangan rakyat (WPR) adalah semua kegiatan pertambangan rakyat harus dilaksanakan dalam suatu WPR. Untuk itu, pemberian IPR baru dilakukan setelah diperolehnya WPR.
Secara definitif, berdasarkan Pasal 1 angka 8 PMK 61/2021, WPR adalah bagian dari wilayah pertambangan tempat dilakukan kegiatan usaha pertambangan rakyat. WPR ditetapkan pemerintah melalui serangkaian proses penetapan.
Tidak semua tempat dapat diajukan sebagai WPR. Sebab, pemerintah telah menentukan kriteria wilayah pertambangan yang bisa ditetapkan sebagai WPR. Kriteria tersebut di antaranya adalah mempunyai cadangan mineral sekunder yang terdapat di sungai dan/atau di antara tepi dan tepi sungai.
Apabila dibandingkan dengan izin pertambangan lain, seperti Izin Usaha Pertambangan (IUP) atau IUP khusus (IUPK), IPR memiliki batasan luas wilayah yang lebih sempit. Misalnya, luas wilayah untuk 1 IPR yang dapat diberikan kepada orang-perseorangan paling luas 5 hektare.
Perbedaan lainnya terdapat pada jangka waktu pemberian izin pertambangan. IPR diberikan untuk jangka waktu paling lama 10 tahun dan dapat diperpanjang 2 kali, masing-masing 5 tahun. Sementara IUP, jangka waktunya bergantung pada jenis material.
Selain itu, kelompok bahan galian dalam aktivitas pertambangan rakyat juga telah diatur dan disebutkan dalam Pasal 66 dalam UU 4/2009 s.t.d.d UU 3/2020. Kelompok galian tersebut meliputi pertambangan mineral logam, pertambangan mineral bukan logam, atau pertambangan batuan.
Sementara itu, kewajiban pajak bagi pemegang IPR di antaranya adalah mengakui penghasilan atas seluruh penjualan/pengalihan hasil produksi mineral dalam menghitung Pajak Penghasilan (PPh).
Selain itu, pemegang IPR juga harus menghitung besarnya pajak terutang serta melakukan pembayaran dan/atau pelunasan atas kekurangan pembayaran pajak yang terutang. Pemegang IPR juga harus menyampaikan SuratPpemberitahuan (SPT) yang sudah diisi dengan benar, lengkap, jelas, dan ditandatangani (Pasal 5 PMK 61/2021). (sap)