Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah menetapkan dua golongan tarif cukai untuk produk sigaret kelembak kemenyan (KLM) guna menciptakan rasa keadilan, sekaligus mengendalikan produksi sigaret tersebut.
Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa DJBC Nirwala Dwi Heryanto mengatakan mayoritas produksi KLM selama ini bersumber dari industri rumahan. Ketika pabrikan lebih besar mulai ikut memproduksi KLM maka aturan cukainya juga perlu diubah.
"Atas beberapa hal yang dipertimbangkan. Untuk itu, perlu adanya regulasi dalam bentuk instrumen cukai untuk mengendalikan volume produksi dan konsumsi KLM," katanya, dikutip pada Kamis (7/7/2022).
Beberapa pertimbangan yang dimaksud Dwi tersebut antara lain untuk melindungi industri kecil, menjaga keseimbangan pasar, menciptakan keadilan dalam usaha, serta mengamankan penerimaan negara.
Menurutnya, sigaret KLM ini identik dengan tradisi merokok masyarakat perdesaan atau ritual adat keagamaan yang menggunakan rokok jenis ini untuk sesajen.
KLM dengan aroma khas kemenyan juga banyak dikonsumsi kalangan petani dan buruh di wilayah Purworejo, Magelang, serta pesisir selatan Jawa Tengah seperti Cilacap, Banyumas, Purwokerto, Purbalingga, Sumpiuh, Tambak, Gombong, Karanganyar, dan Kebumen.
Produksi KLM selama ini termasuk dalam industri kecil karena jumlah produksinya hanya 37,2 juta batang pada 2021. Angka produksi itu sebagian besar diproduksi oleh perusahaan KLM yang tersebar di wilayah pengawasan Bea Cukai Magelang dan Bea Cukai Cilacap.
Dalam perkembangannya, telah terjadi dinamika pada industri KLM yang disebabkan kenaikan volume produksi. DJBC mencatat jumlah produksi KLM hingga April 2022 telah mencapai 406 juta batang.
Setelah melewati kajian sejak Februari 2022, pemerintah menerbitkan PMK 109/2022 yang mengatur ketentuan cukai pada KLM dalam 2 golongan. Sebelumnya, tarif cukai KLM hanya 1 golongan sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pabrikan kecil.
Hal itu terjadi karena tarif cukai KLM pada pabrikan kecil akan sama dengan pabrikan besar. Dengan membaginya dalam 2 golongan, lanjut Dwi, KLM yang diproduksi pabrikan besar akan dikenakan tarif cukai lebih tinggi.
"Ini dimaksudkan untuk mengendalikan konsumsi produk KLM sekaligus melindungi pabrikan KLM skala rumahan," ujarnya.
Berdasarkan PMK 109/2022, golongan I berlaku untuk pabrik dengan produksi lebih dari 4 juta batang, sedangkan golongan II tidak lebih dari 4 juta batang. KLM yang diproduksi pabrik golongan I, dikenakan tarif cukai Rp440 dengan batasan harga jual eceran per batang paling rendah Rp780.
Sementara itu, tarif cukai KLM pada golongan II tidak berubah atau sama seperti peraturan yang berlaku sebelumnya, yaitu senilai Rp25 dan harga jual eceran (HJE) paling rendah Rp200 per batang. (rig)