Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah resmi mengubah ketentuan mengenai pemungutan bea keluar mulai 22 Juli 2022.
PMK 106/2022 salah satunya mengatur ulang ketentuan barang ekspor yang dapat dikecualikan dari pengenaan bea keluar apabila memenuhi kriteria yang ditetapkan. Selain itu, beleid tersebut juga mengatur permohonan pengecualian bea keluar diajukan melalui sistem komputer pelayanan (SKP).
"Untuk mendapatkan pengecualian atas pengenaan bea keluar terhadap barang ekspor ... eksportir harus mengajukan permohonan melalui SKP kepada Kepala Kantor Pabean," bunyi Pasal 4 ayat (1) PMK 106/2022, dikutip pada Jumat (8/7/2022).
Pasal 2 PMK 106/2022 menyebut barang ekspor dapat dikenakan bea keluar. Namun, barang ekspor yang telah ditetapkan untuk dikenakan bea keluar tersebut dapat dikecualikan dari pengenaan bea keluar apabila memenuhi kriteria yang ditetapkan.
Kriteria tersebut yakni barang ekspor tersebut merupakan barang perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia berdasarkan asas timbal balik; barang untuk keperluan museum, kebun binatang, dan tempat lain semacam itu yang terbuka untuk umum serta barang untuk konservasi alam; barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan; atau barang contoh yang tidak untuk diperdagangkan.
Kemudian, bea keluar juga dapat dikecualikan dari barang pindahan; barang pribadi penumpang, barang awak sarana pengangkut, barang pelintas batas, atau barang kiriman sampai dengan batas nilai pabean ekspor dan/atau jumlah tertentu; barang asal impor yang kemudian diekspor kembali; atau barang ekspor yang akan diimpor kembali.
Eksportir bisa mendapatkan pengecualian atas pengenaan bea keluar terhadap barang ekspor dengan mengajukan permohonan melalui sistem komputer pelayanan (SKP) kepada Kepala Kantor Pabean. Di ketentuan yang lama, eksportir harus memberitahukannya secara tertulis.
Permohonan paling sedikit memuat data mengenai perincian jumlah dan jenis barang yang dimintakan pengecualian pengenaan bea keluar. Selain itu, permohonan juga dilampiri dengan dokumen berupa surat rekomendasi dari kementerian/lembaga terkait.
Misalnya, surat rekomendasi dari Kementerian Luar Negeri untuk menjelaskan kepemilikan barang perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia berdasarkan asas timbal balik.
"Dalam hal SKP mengalami gangguan atau belum dapat diterapkan, permohonan ... disampaikan secara tertulis kepada Kepala Kantor Pabean dengan tembusan disampaikan kepada direktur dan dilampiri dengan dokumen," bunyi Pasal 4 ayat (3) PMK tersebut. (sap)