Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Menteri keuangan telah memberikan persetujuan izin pembukaan data perpajakan terhadap wajib pajak yang masuk Daftar Sasaran Pengawasan Bersama (DSPB).
DSPB memuat daftar wajib pajak prioritas pengawasan wajib pajak bersama yang merupakan hasil koordinasi kanwil Ditjen Pajak (DJP) dan pemerintah daerah (pemda). Sejak 2019, sebanyak 6.745 wajib pajak sudah masuk DSPB dengan 152 pemda.
“Sebagai tindak lanjut pengawasan oleh pemda, telah diberikan persetujuan izin pembukaan data perpajakan oleh menteri keuangan terhadap wajib pajak dalam DSPB tersebut,” ungkap DJP dalam Siaran Pers No. SP-52/2022, dikutip pada Senin (19/9/2022).
Ditinjau dari klasifikasi lapangan usaha (KLU) pada DSPB tersebut, mayoritas wajib pajak berada pada sektor penyediaan akomodasi, makanan, dan minuman dengan porsi sebesar 54%. Kemudian, ada kegiatan jasa lainnya (19%), perdagangan besar dan eceran (14%), real estate dan konstruksi (4%), kebudayaan, hiburan, dan rekreasi (3%), serta lain-lainnya (6%).
DJP menjelaskan hingga saat ini, sudah ada 254 pemda yang bersinergi melalui penandatanganan kerja sama terkait dengan optimalisasi pemungutan pajak pusat dan daerah. Kerja sama ditandatangani pula oleh Ditjen Perimbangan Keuangan (DJPK).
“Saya pikir ini adalah saatnya untuk kita bergerak ke depan bersama-sama. Sinergi untuk peningkatan apa yang sangat kita perlukan, yaitu pembangunan nasional, karena APBN dan APBD tujuan akhirnya sama, untuk pembangunan nasional,” ujar Dirjen Pajak Suryo Utomo.
Dengan adanya kerja sama dengan pemda, DJP berharap dapat menerima sumber data penting untuk pengawasan kepatuhan pajak. Data yang dimaksud antara lain terkait dengan kepemilikan dan omzet usaha, izin mendirikan bangunan, usaha pariwisata, usaha pertambangan, usaha perikanan, dan usaha perkebunan.
Sebaliknya, pemda juga akan menerima data perpajakan dari DJP untuk kepentingan pengawasan daerah. DJP berharap kolaborasi ini dapat segera diikuti seluruh pemda untuk mengatasi tantangan pemungutan pajak pusat dan daerah, seperti potensi korupsi, keterbatasan sumber daya manusia, serta tantangan pemadanan data. (kaw)