Tampilan awal salinan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 136/2022.
JAKARTA, DDTCNews - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 136/2022 yang memuat ketentuan mengenai keberatan di bidang kepabeanan dan cukai.
PMK 136/2022 tersebut diterbitkan untuk merevisi PMK 51/2017. Berdasarkan pertimbangan PMK 136/2022 tersebut dijelaskan bahwa revisi dilakukan untuk mengakomodasi perkembangan teknologi dan informasi.
"Untuk mengakomodasi perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, PMK No. 51/2017 tentang Keberatan di Bidang Kepabeanan dan Cukai perlu diubah," bunyi salah satu pertimbangan PMK 136/2022, dikutip pada Rabu (21/9/2022).
Merujuk pada Pasal 2 PMK 136/2022, terdapat beberapa bentuk penetapan oleh pejabat bea dan cukai yang bisa diajukan keberatan kepada dirjen bea dan cukai. Pertama, pengenaan sanksi administrasi berupa denda.
Kedua, atas penetapan mengenai tarif dan/atau nilai pabean untuk penghitungan bea masuk yang mengakibatkan kekurangan pembayaran. Ketiga, selain tarif dan/atau nilai pabean untuk penghitungan bea masuk. Keempat, pengenaan bea keluar.
Penetapan yang dapat diajukan keberatan mengenai tarif dan/atau nilai pabean untuk penghitungan bea masuk antara lain seperti Surat Penetapan Tarif dan/atau Nilai Pabean (SPTNP); Surat Penetapan Pembayaran Bea Masuk, Cukai, dan/atau Pajak (SPPBMCP); atau Surat Penetapan Pabean (SPP).
Untuk penetapan yang dapat diajukan keberatan selain tarif dan/atau nilai pabean untuk penghitungan bea masuk antara lain berupa Surat Penetapan Pabean (SPP) atau Surat Penetapan Barang Larangan dan Pembatasan (SPBL).
Sementara itu, untuk penetapan yang dapat diajukan keberatan pengenaan sanksi administrasi berupa denda, berupa Surat Penetapan Sanksi Administrasi (SPSA).
Kemudian, penetapan yang dapat diajukan keberatan mengenai pengenaan bea keluar dapat berupa Surat Penetapan Perhitungan Bea Keluar (SPPBK).
Sama seperti ketentuan yang lama, terhadap 1 penetapan hanya dapat diajukan 1 kali keberatan dalam 1 pengajuan surat keberatan. Namun, Pasal 4 PMK 136/2022 menyebut pengajuan keberatan harus disampaikan secara elektronik, bukan lagi secara manual.
"Keberatan...harus diajukan kepada Dirjen secara tertulis yang disampaikan secara elektronik melalui portal Ditjen Bea dan Cukai," bunyi pasal tersebut.
Surat keberatan kepabeanan dan cukai harus memenuhi sejumlah persyaratan, yakni diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia, serta diajukan oleh orang yang berhak yaitu orang perseorangan atau orang yang namanya tercantum dalam akta perusahaan atau surat pernyataan pendirian/dokumen pendirian jika diajukan oleh badan hukum.
Keberatan harus dilampiri bukti penerimaan jaminan sebesar tagihan yang harus dibayar, dan dilampiri salinan penetapan Pejabat Bea dan Cukai yang diajukan keberatan.
Pengajuan keberatan juga dapat disertai dengan alasan dan dilampiri dengan data dan/atau bukti yang mendukung alasan pengajuan keberatan.
Dalam hal surat keberatan tidak memenuhi persyaratan maka orang yang mengajukan keberatan dapat melakukan perbaikan atas surat keberatan dan menyampaikan kembali sebelum jangka waktu pengajuan keberatan terlampaui.
"Peraturan menteri ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2023," bunyi Pasal II ayat (2) PMK 136/2022. (rig)