Ilustrasi. Pedagang menunjukkan rokok yang dijualnya di Rangkasbitung, Lebak, Banten, Senin (7/11/2022). ANTARA FOTO/Muhammad Bagus Khoirunas/wsj.
JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Perimbangan Keuangan (DJPK) menetapkan estimasi penerimaan pajak rokok untuk setiap provinsi untuk tahun anggaran 2023.
Secara total, penerimaan pajak rokok yang diperoleh provinsi pada tahun depan ditargetkan mencapai Rp22,79 triliun, tumbuh 20% dibandingkan dengan estimasi setoran pajak rokok pada tahun ini senilai Rp18,96 triliun.
"Penetapan estimasi penerimaan pajak rokok untuk masing-masing provinsi tahun anggaran 2023…digunakan sebagai dasar penyusunan APBD 2023 untuk masing-masing provinsi," bunyi diktum kedua KEP-38/PK/2022, dikutip pada Senin (28/11/2022).
Provinsi dengan penerimaan pajak rokok terbesar pada tahun depan ialah Jawa Barat senilai Rp4,02 triliun. Selanjutnya, Jawa Timur diestimasikan memperoleh pajak rokok sejumlah Rp3,4 triliun dan Jawa Tengah senilai Rp3,1 triliun.
Berdasarkan estimasi pajak rokok 2023 bagi setiap provinsi, masing-masing gubernur menetapkan alokasi bagi hasil pajak rokok untuk kabupaten/kota di wilayahnya.
Pajak rokok merupakan salah satu jenis pajak daerah yang menjadi kewenangan pemerintah provinsi sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang No. 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD).
Wajib pajak rokok ialah pengusaha pabrikan atau importir rokok. Pajak rokok dipungut oleh Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) bersamaan dengan pemungutan cukai rokok. Tarif pajak rokok ditetapkan sebesar 10% dengan cukai rokok sebagai dasar pengenaan pajak (DPP).
Setelah dipungut, pajak rokok disetorkan ke rekening pemerintah provinsi secara proporsional sesuai dengan jumlah penduduk.
Lebih lanjut, sebanyak 50% dari penerimaan pajak rokok yang diterima pemerintah provinsi ataupun kabupaten/kota, harus dialokasikan untuk mendanai pelayanan kesehatan masyarakat dan penegakan hukum. (rig)