Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Ditjen Pajak (DJP) mengingatkan lagi mengenai dokumen persyaratan permintaan sertifikat elektronik (sertel) orang pribadi. DJP memberitahu kembali persyaratan itu mengingat setelah 31 Desember 2022 berlaku ketentuan pada Pasal 9 ayat (3) PER-24/2021.
Sesuai dengan pasal tersebut, penandatanganan secara elektronik atas bukti pemotongan/pemungutan unifikasi dan SPT Masa PPh unifikasi dilakukan dengan sertel atau kode otorisasi DJP milik wajib pajak/wakil wajib pajak atau kuasa wajib pajak.
“Terkait dengan teknis penggunaan sertel mulai tahun 2023, silakan menunggu ketentuan pelaksanaan lebih lanjut terlebih dahulu,” cuit contact center DJP, Kring Pajak, melalui Twitter, dikutip pada Senin (26/12/2022).
DJP mengatakan ketentuan tentang dokumen persyaratan permintaan sertel orang pribadi sudah diatur dalam Pasal 42 PER-04/PJ/2020. Permintaan sertel secara elektronik dilakukan dengan mengisi formulir dan mempersiapkan passphrase serta melakukan verifikasi dan autentikasi identitas.
Jika saluran elektronik belum tersedia, wajib pajak orang pribadi dapat mengajukan permintaan sertel secara tertulis. Permintaan dilakukan oleh orang pribadi yang bersangkutan, kecuali kondisi tertentu dapat diwakili pihak lain. Permintaan diajukan ke KPP atau KP2KP tempat wajib pajak terdaftar.
Wajib pajak tersebut mengisi, menandatangani, dan menyampaikan formulir permintaan sertel. Wajib pajak menunjukkan asli dan menyerahkan fotokopi dokumen identitas diri berupa KTP (bagi WNI) atau paspor dan KITAS/KITAP (WNA) serta Kartu NPWP atau SKT.
Jika permintaan diwakili pihak lain, perlu juga menyerahkan asli surat penunjukan dari wajib pajak orang pribadi dengan kondisi tertentu. Adapun kondisi tertentu yang dimaksud adalah pertama, orang pribadi bersangkutan sedang dalam perawatan di rumah sakit. Kondisi ini dibuktikan dengan surat keterangan rawat inap dari pihak penyedia fasilitas pelayanan kesehatan.
Kedua, orang pribadi bersangkutan sedang menjalani masa hukuman pidana atau menjalani penyanderaan sebagai penanggung pajak berdasarkan ketentuan undang-undang mengenai penagihan pajak dengan surat paksa. Kondisi ini dibuktikan dengan surat keterangan dari lembaga pemasyarakatan atau rumah tahanan.
Ketiga, kondisi tertentu lainnya yang bersifat mendesak dan di luar kekuasaan, antara lain terdapat wabah penyakit, bencana alam, atau kerusuhan massa sehingga orang pribadi bersangkutan tidak dapat mengajukan permintaan sertel secara langsung ke KPP atau KP2KP. Hal ini berdasarkan pertimbangan kepala KPP atau KP2KP. (kaw)