Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah melalui PMK 185/2022 mengubah ketentuan mengenai pemeriksaan pabean di bidang impor, mulai 10 Januari 2023.
Direktur Teknis Kepabeanan DJBC Fadjar Donny Tjahjadi menyatakan perubahan diperlukan untuk menyederhanakan ketentuan pemeriksaan fisik barang impor dan penelitian dokumen yang selama ini diatur dalam PMK 139/2007 s.t.d.d. PMK 225/2015. Menurutnya, importir juga akan diuntungkan karena prosesnya lebih cepat.
"Bagaimana kita membuat percepatan untuk pemeriksaan fisik, di mana kita bisa nanti sistem akan menuju pemeriksa, dan satu instruksi pemeriksaan itu dapat diperiksa oleh lebih dari satu pejabat pemirsa fisik," katanya dalam Sosialisasi PMK 185/2022, dikutip pada Sabtu (7/1/2023).
Fadjar mengatakan perubahan ketentuan mengenai pemeriksaan pabean di bidang impor menjadi bagian dari langkah reformasi birokrasi dan transformasi kelembagaan DJBC, sekaligus penyelarasan proses bisnis dengan teknologi digital. Dia berbagai ketentuan dalam PMK 185/2022 dapat memperbaiki proses bisnis mengenai pemeriksaan pabean di Indonesia.
Pemeriksaan pabean dilakukan terhadap barang impor yang meliputi penelitian dokumen dan pemeriksaan fisik barang. Pemeriksaan pabean dilakukan setelah importir atau pengusaha pengurusan jasa kepabeanan (PPJK) menyampaikan pemberitahuan pabean impor atau dokumen pelengkap pabean dengan tujuan untuk memperoleh data dan penilaian yang tepat.
Penelitian dokumen tersebut merupakan kegiatan yang dilakukan oleh sistem komputer pelayanan (SKP) dan/atau pejabat bea dan cukai yang bertugas sebagai pemeriksa dokumen untuk memastikan pemberitahuan pabeannya dibuat secara lengkap dan benar. Penelitian dokumen oleh SKP meliputi kelengkapan dan kebenaran pengisian pemberitahuan pabean impor; dan pemenuhan ketentuan larangan dan/atau pembatasan.
Penelitian dokumen kepabeanan di bidang impor tersebut dapat dibantu dengan sistem aplikasi yang dimodifikasi berdasarkan kecerdasan buatan (artificial intelligence).
Sementara itu, pemeriksaan fisik barang dilakukan oleh pejabat pemeriksa fisik (PPF) dengan membuka kemasan barang dan/atau menggunakan alat pemindai. Pemeriksaan dengan membuka kemasan dilakukan dengan kehadiran PPF secara langsung di tempat pemeriksaan atau melalui media elektronik.
Pemeriksaan fisik barang secara online melalui media elektronik dilakukan setelah mendapat persetujuan dari pejabat bea cukai berdasarkan permohonan dari importir atau PPJK. Sedangkan pemeriksaan menggunakan alat pemindai dilakukan sebagai pengganti dan/atau sebelum pemeriksaan dengan membuka kemasan.
Fadjar menjelaskan pemeriksaan fisik secara online sudah mulai berjalan saat pandemi Covid-19, sebagai bentuk kemudahan yang diberikan DJBC.
"Karena kemarin dianggap berhasil dan terkait dengan hal-hal yang yang harus dilakukan oleh importir itu juga tetap dilakukan, maka kita akan berikan [kemudahan pemeriksaan secara online], tetapi memang ini hanya kepada importir-importir tertentu," ujarnya.
Dia menambahkan pada PMK 185/2022 juga ada penambahan mekanisme prosedur penyiapan barang oleh importir, PPJK, pengusaha tempat penimbunan sementara (TPS), dan pengelola tempat penimbunan pabean (TPP). Ketentuan ini harus diikuti agar tidak dikenakan sanksi.
Di sisi lain, DJBC berkewenangan menunda pemeriksaan fisik, misalnya jika segel peti kemas rusak dan/atau telah terbuka, barang yang diperiksa memiliki sifat khusus sehingga tidak memungkinkan untuk dilakukan pemeriksaan di TPS, dan/atau pemeriksaan fisik barang membutuhkan bantuan alat khusus yang belum tersedia di tempat pemeriksaan. (sap)