Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) mengakui penyusunan aturan teknis soal pengenaan pajak atas penghasilan berupa natura dan kenikmatan bukanlah pekerjaan yang mudah.
Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan sebelum terbitnya UU 7/2021 tentang HPP natura relatif lebih mudah diatur. Alasannya, penghasilan nontunai tersebut tidak diperlakukan sebagai biaya bagi pemberi kerja dan bukan penghasilan bagi karyawan.
"Kalau treatment sekarang berubah, yang 1 sisi jadi biaya dan di sisi yang lain jadi penghasilan. Makanya harus yakin dan hati-hati," ujar Suryo, dikutip Rabu (11/1/2023).
Oleh karenanya, DJP masih membutuhkan waktu untuk menyelesaikan peraturan menteri keuangan (PMK) terkait dengan natura dan kenikmatan sebagai objek pajak serta mekanisme pemotongan pajaknya.
"PMK akan men-define barang pada masing-masing kelompok termasuk batasannya. Kami saat ini sedang kerja, kami rumuskan di PMK mudah-mudahan tidak lama lagi," ujar Suryo.
Pemberi kerja juga baru memiliki kewajiban untuk memotong pajak atas penghasilan berupa natura dan kenikmatan selambat-lambatnya pada semester II/2023. "Kita harapkan mungkin semester II/2023 kita baru memulai pemotongan, supaya agak tenang menceritakan kepada masyarakat. Antara 3 sampai 6 bulan," kata Suryo.
Untuk diketahui, natura dan kenikmatan yang dikecualikan dari objek pajak antara lain makanan dan minuman bagi seluruh pegawai, natura pada daerah tertentu, natura yang diberikan karena keharusan pekerjaan, natura yang bersumber dari APBN/APBD/APBDes, dan natura dengan jenis dan batasan tertentu.
Dalam PMK, akan diperinci secara lebih lanjut tentang natura dan kenikmatan dengan jenis dan batasan tertentu yang dikecualikan dari objek pajak.
Natura dengan jenis dan batas tertentu yang dimaksud antara lain bingkisan hari raya, fasilitas kerja yang diberikan untuk pelaksanaan kerja seperti laptop dan ponsel, pelayanan kesehatan di lokasi kerja, fasilitas tempat tinggal yang menampung pegawai secara bersama-sama (mes, asrama, pondokan), serta fasilitas kendaraan yang diterima oleh pegawai dengan jabatan nonmanajerial.
Tak hanya itu, fasilitas olahraga juga dikecualikan dari objek pajak sepanjang olahraga yang dimaksud bukan golf, pacuan kuda, power boating, terbang layang, paralayang, dan olahraga otomotif. (sap)