PERDAGANGAN BERJANGKA

Harga Wajar dari Bursa Berjangka Komiditi Optimalkan Penerimaan Pajak

Redaksi DDTCNews
Kamis, 09 Maret 2023 | 15.00 WIB
Harga Wajar dari Bursa Berjangka Komiditi Optimalkan Penerimaan Pajak

Pekerja mengangkut kelapa sawit hasil panen di Desa Pucok Lueng, Samatiga, Aceh Barat, Aceh, Sabtu (4/2/2023). Harga referensi produk minyak kelapa sawit (CPO) periode 1-15 Februari 2023 sebesar 879,31 dolar AS/MT yaitu turun 41,26 dolar AS dari periode sebelumnya sebesar 920,57 dolar AS/MT akibat penurunan permintaan dari India dan Tiongkok serta imbas dari penguatan kurs ringgit Malaysia terhadap dolar AS. ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas/nym.

JAKARTA, DDTCNews - Harga pasar yang wajar atas komoditas utama Indonesia yang diperdagangkan di bursa berjangka komoditi diyakini bisa mengoptimalkan penerimaan pajak. 

Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengatakan keberadaan bursa berjangka akan menghasilkan tata kelola perdagangan yang transparan. Harga acuan yang muncul kemudian akan memudahkan pelaku usaha dalam bertransaksi dan pemerintah dalam memantau penerimaan dari perdagangan komoditas. 

"Mewujudkan bursa komoditi yang bisa menghasilkan harga acuan itu tidak mudah. Namun, kami yakin bisa mewujudkannya pada 2023 ini. Indonesia perlu membentuk harga acuan atas produk unggulan seperti timah dan CPO," kata Zulkifli dalam pembukaan Bulan Literasi Perdagangan Berjangka Komoditi, dikutip pada Kamis (9/3/2023). 

Seperti diketahui, pembentukan harga acuan komoditi (price reference) merupakan mandat dari UU 32/1997 tentang Perdagangan Berjangka Komiditi. Saat ini, Indonesia merupakan salah satu produsen terbesar beberapa jenis komoditi unggulan seperti CPO, timah, dan karet yang dapat diajdikan harga acuan. 

Harga acuan bisa dibentuk apabila komoditas unggulan ditransaksikan di bursa berjangka. 

Memasuki 2023, perdagangan berjangka komoditi (PBK) di Tanah Air menunjukkan potensi yang positif. Nilai transaksi PBK dalam perhitungan secara national value mengalami tren kenaikan transaksi di bursa berjangka. 

Kepala Bappebti Didid Noordiatmoko menyampaikan, selama pandemi Covid-19, PBK menjadi salah satu perdagangan yang kegiatannya tidak terdampak. Volume transaksinya justru naik 21% dibanding periode sebelum pandemi. 

Sepanjang 2022, Bappebti melakukan pengawasan terhadap transaksi senilai Rp53.249,7 triliun dengan rata-rata transaksi setiap bulan menyentuh Rp4.437,5 triliun. Total nilai transaksi pada 2022 naik sebesar 116,7% dibandingkan pada 2021 yang sejumlah Rp24.569,3 triliun dan volume transaksi sebanyak 14,4 juta lot. 

Sementara itu, jumlah nasabah PBK yang aktif bertransaksi pada 2022 mencapai 82.246 pihak. (sap)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.