JAKARTA, DDTCNews – Pagi ini, Rabu (26/10) media nasional mengabarkan keputusan pemerintah yang berjanji tidak akan melakukan ijon pajak untuk mengejar penerimaan pajak tahun ini.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan di tengah penerimaan pajak yang masih seret ini, Ditjen Pajak (DJP) lebih memilih untuk mengejar setiap kegiatan usaha yang belum masuk ke dalam sistem perpajakan dari pada menerapkan sistem tersebut.
Menurutnya, DJP akan memanfaatkan data yang dimiliki internal DJP dan data yang berasal dari program tax amnesty. Selain itu, Sri Mulyani mengandalkan penerimaan dari sumber-sumber pajak sebelumnya.
Dia menegaskan kembali, DJP tidak akan ‘membabi buta’ untuk menggali sumber penerimaan pajak. Pasalnya, hal itu akan memperburuk situasi perekonomian yang saat ini sudah tertekan dengan pelemahan ekonomi global. Â
Kabar lainnya, Bank Dunia cukup optimistis memprediksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2017 di angka 5,3%. Berikut ringkasan beritanya:
Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan target RAPBN 2017 yang disepakati Badan Anggaran (Banggar) DPR sebesar 5,1%. Proyeksi Bank Dunia juga lebih optimistis dibandingkan Bank Pembangunan Asia (ADB) yang sempat menurunkan prediksinya dari 5,5% menjadi 5,1%. Proyeksi Bank Dunia itu didasarkan atas beberapa faktor, salah satunya dikarenakan postur RAPBN 2017 yang lebih realistis. Bank Dunia juga melihat perbaikan iklim investasi melalui 13 paket kebijakan ekonomi. Selain itu, program tax amnesty diyakini mampu menstimulasi ekonomi Indonesia.
Badan Anggaran DPR dan Menteri Keuangan Sri mulyani sepakat untuk mengesahkan RAPBN 2017 dalam rapat paripurna DPR yang akan digelar Rabu (26/10) siang. Sri Mulyani mengatakan pemerintah akan melakukan reformasi struktural di bidang pajak untuk menjamin penerimaan negara yang digunakan untuk membiayai belanja negara. Sejumlah program prioritas juga telah ditetapkan seperti pengentasan kemiskinan dan kesenjangan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan postur dan asumsi makro APBN 2017 telah mencerminkan kondisi perekonomian nasional dan tantangan perekonomian global, sehingga telah memberikan gambaran yang dianggap realistis dan tidak menimbulkan spekulasi. Langkah ini telah sesuai dengan kebijakan pemerintah untuk memacu pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.
Menurut Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution, nilai investasi yang berhasil diraih semenjak paket kebijakan ekonomi dikeluarkan mencapai lebih dari Rp300 triliun. Salah satu paket yang mampu menarik minat investasi adalah mengenai penyederhanaan perizinan investasi. Melalui perizinan investasi 3 jam yang terbit dalam paket kebijakan ekonomi jilid II, investasi yang masuk sudah mencapai Rp291 triliun. Dari investasi itu, sebanyak 77 ribu tenaga kerja baru berhasil diserap.
Berbagai proyek pemerintah dinilai telah membuat penyaluran kredit perbankan terutama bank-bank BUMN yang mengalami sedikit kenaikkan di kuartal III/2016. Proyek pemerintah itu bisa menutup potensi kerugian akibat beban rasio kredit bermasalah (NPL). Beberapa bank yang mengalami perbaikan kinerja itu di antaranya, Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Mandiri, Bank Tabungan Negara (BTN), dan bank Negara Indonesia (BNI). Sementara, sejumlah bank swasta Nampak kesulitasn memacu penyaluran kredit.Â
Dari total komitmen investasi US$201 miliar hasil kunjungan kenegaraan Presiden Joko Widodo sepanjang tahun ini, sebanyak 16% komitmen atau setara US$32 miliar telah mendapat izin investasi atau dalam proses realisasi. Sementara, 84% komitmen investasi atau setara dengan US$169 miliar masih belum mengajukan izin investasi karena terkendala baik di pihak Indonesia maupun internal perusahaan. Keseluruhan komitmen investasi itu berasal 110 perusahaan yang berada di sejumlah negara seperti Amerika Serikat, Belanda, Belgia, Inggris, Jerman, Jepang, Korea Selatan, Singapura dan China. (Amu)