JAKARTA, DDTCNews – Ruang fiskal dinilai masih cukup aman hingga akhir tahun kendati shortfall penerimaan negara terutama perpajakan yang melebar dari proyeksi awasl sekitar Rp219 triliun. Kabar tersebut mewarnai beberapa media nasional pagi ini, Selasa (20/12).
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan ruang tersebut ada karena pemerintah telah menaikkan proyeksi defisit anggaran dari 2,35% menjadi 2,7% terhadap produk domestik bruto (PDB).
Ia meminta kepada Ditjen Pajak untuk terus fokus terhadap pencapaian target yang sudah beberapa kali dibahas dan direvisi. Menilik data Ditjen Pajak, realisasi total penerimaan pajak hingga akhir November sudah mencapai Rp965 triliun atau sekitar 71% dari target sebesar Rp1.355 triliun.
Kabar lainnya datang dari Bank Indonesia yang meminta dukungan Presiden Joko Widodo agar RUU Redenominasi mata uang segera dibahas pada 2017 mendatang dan perlunya perbaikan sosialisasi paket kebijakan yang merata di semua daerah. Berikut ulasan ringkas beritanya:
Wacana redenomisasi mata uang rupiah kembali bergulir. Dimulai tahun 2010 dan masuk Prolegnas 2013, wacana ini berhenti karena pembahasan RUU Redenominasi Rupiak tak kunjung usai. Oleh karena itu, Bank Indonesia (BI) meminta dukungan Presiden Joko Widodo agar penyelesaian RUU Redenominasi Rupiah bisa segera terlaksana. BI akan mengupayakan agar RUU tersebut masuk dalam Prolegnas tahun 2017. Sebab, pemerintah sudah memasukkan RUU ini ke dalam Prolegnas 2017, namun ditolak DPR.
Sejumlah paket kebijakan yang ditetapkan pemerintah membutuhkan program sosialisasi yang komprehensif serta perbaikan pengawasan. Pasalnya, belum seluruh kebijakan yang diharapkan memperbaiki iklim investasi dan dapat terimplementasi dengan baik. Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng menjelaskan bahwa survei di beberapa kota tujuan investasi dilakukan untuk mengukur sejauh mana paket deregulasi telah terimplementasi pada tataran pemerintah daerah. Hingga saat ini, masih banyak daerah yang belum terjangkau oleh sosialisasi yang mendalam terkait paket kebijakan yang telah diluncurkan oleh pemerintah.
Tekanan inflasi tahun depan dikhawatirkan akan lebih tinggi dari tahun ini. Bank Indonesia (BI) mengatakan hal ini disebabkan oleh kenaikan harga-harga yang diatur oleh pemerintah atau administered price. Gubernur BI Agus Martowardojo mengatakan selain faktor tersebut, hal ini juga disebabkan oleh kenaikan harga produk holtikultura pada tahun ini yang banyak menyumbang inflasi tahun depan, khususnya pada harga cabai dan bawang.
Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia per Oktober 2016 tumbuh lebih lambat dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Bank Indonesia (BI) mencatat ULN Indonesia pada Oktober 2016 tumbuh 6,7% yoy lebih lambat dibandingkan pertumbuhan September 2016 yang sebesar 7,8% yoy. Ke depan BI akan terus memantau perkembangan ULN, khususnya sektor swasta. Hal ini untuk memberikan keyakinan bahwa ULN dapat berperan secara optimal mendukung pembiyaan pembangunan tanpa menimbulkan risiko yang dapat memengaruhi stabilitas makroekonomi.
Untuk pertama kalinya sejak 2006, China dan Amerika Serikat (AS) yang merupakan dua raksasa ekonomi dunia secara berbarengan mengadopsi pengetatan moneter. Hal ini diperkirakan dapat menekan ketidakpastian baru yang akan muncul pada tahun depan. Pengetatan moneter yang secara bertahap telah diluncurkan oleh Bank Sentral China (PBOC) sejak Agustus lalu diharapkan mampu mengimbangi pengetatan moneter bertahap AS pada 2017. Seperti diketahui Bank Sentral AS akan melakukan kenaikan suku bungu lebih cepat yakni tiga kali pada tahun depan. Pertumbuhan ekonomi China diprediksi di rentang 6,5% - 7%. (Amu)