JAKARTA, DDTCNews – Ditjen Pajak mengatakan dalam undang-undang perpajakan sudah cukup menjelaskan mengenai status perusahaan internasional atau Over The Top (OTT) yang berupa Bentuk Usaha Tetap (BUT) dan beroperasi di Indonesia akan dikenakan tarif pajak sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Kepala Kanwil Ditjen Pajak Jakarta Khusus Muhammad Haniv mengatakan persoalan BUT maupun non BUT tidak perlu diperdebatkan. Namun, persoalan pajak terutang Google Asia Pasific lebih condong kepada etika dan tentunya keadilan.
"Kita bukan permasalahkan BUT atau bukan BUT. Ini persoalan tentang keadilan dan etika, jadi dalam aturan berbisnis di dunia dikenal dengan istilah etika," ujarnya di Jakarta, Kamis (19/1).
Ia menyatakan entitas yang berasal dari luar negeri dan berkeinginan untuk berbisnis di suatu negara harus menyetorkan pajaknya. Menurutnya perusahaan tersebut akan dinilai sebagai perusahaan bertaraf internasional yang tidak memiliki etika, jika tidak menyetorkan pajak atas penghasilan yang diperolehnya.
Mengingat, Google merupakan perusahaan raksasa yang sudah sangat terkenal di negara manapun. Sehingga, Google seharusnya memahami persoalan etika dalam berbisnis di suatu negara.
Jika ditinjau lebih jauh, seluruh dunia tengah menggugat Google khususnya soal pajak terutangnya. Haniv menyatakan ada satu tahapan di mana sekarang Google harus pahami bahwa seluruh dunia mulai sadar nilai pajak yang disetorkan Google tidak sebanding.
"Google memperoleh penghasilan dari berbagai negara namun setelah dicek nilai pajak yang dibayarkan tidak sebanding. Seharusnya Goolge memahami hal itu, dan sadar seluruh dunia menggugatnya," tuturnya.
Taraf sebanding atau tidaknya pembayaran pajak Google kepada negara, tentu berdasarkan dengan pengenaan tarif pajak yang bervariatif dari berbagai negara tersebut. Sedangkan untuk kasus pajak di Indonesia, Ditjen Pajak tengah menjalankan proses pemeriksaan pajak terutang Google lebih lanjut dan diharapkan akan segera dilunaskan. (Amu)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.