BERITA PAJAK HARI INI

Google Minta Ditjen Pajak Beri Tambahan Waktu

Redaksi DDTCNews
Senin, 13 Maret 2017 | 09.04 WIB
Google Minta Ditjen Pajak Beri Tambahan Waktu

JAKARTA, DDTCNews – Pagi ini, Senin (13/3) sejumlah media nasional kembali ramai memberitakan kabar pajak Google. Penyelesaian kasus tunggakan pajak oleh perusahaan teknologi informasi berbasis di Amerika Serikat (AS), Google Inc, bisa jadi semakin molor.

Alasannya, Google meminta tambahan waktu untuk mengkaji kembali Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP) yang sebelumnya sudah diserahkan pemerintah kepada pihak Google sejak awal tahun. 

Permintaan tambahan waktu oleh Google disinyalir lantaran perusahaan asal AS tersebut tidak sepakat dengan data-data angka yang disodorkan pemerintah, khususnya terkait tunggakan pajak mereka. 

Kepala Kantor Wilayah Pajak Khusus Ditjen Pajak Kementerian Keuangan Muhammad Haniv menyebutkan sejak diserahkannya SPHP di awal tahun, Google sudah menyepakati untuk melunasi tunggakan pajak di akhir Maret 2017. Namun sepertinya kesepkatan tersebut urung terjadi. Google memilih untuk menghitung-hitung lagi angka yang diminta pemerintah. 

Kabar lainnya datang dari dikeluarkannya aturan baru guna mencegah perusahaan cangkang agar tidak lari dari pajak dan pengelompokan wajib pajak usai tax amnesty menjadi 2 kategori. Berikut ulasan ringkas beritanya:

  • Perusahaan Cangkang Tak Punya Celah Lari dari Pajak

Perusahaan cangkang kini tak bisa menghindar lagi dari pajak. Lantaran pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang terkait dengan pengendalian badan usaha asing (controlled foreign corporation/CFC). Kepala Kantor Wilayah Ditjen Pajak Jakarta Khusus Muhammad Haniv mengatakan dengan keluarnya PMK tersebut perusahaan yang memiliki cangkang di luar negeri, maka penghasilannya di sini akan dianggap sebagai penghasilan perusahaan di Indonesia. Dengan begitu, Ditjen Pajak akan dengan mudah menarik pajak sesuai pendapatannya di luar negeri.

  • Usai Tax Amnesty, Wajib Pajak Dibagi 2 Kategori: Tenang dan Tidak Tenang

Ditjen Pajak kembali mengimbau kepada seluruh elemen masyarakat untuk segera memanfaatkan fasilitas pengampunan pajak atau tax amnesty. Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama menegaskan otoritas pajak akan mengkategorikan dua kelompok wajib pajak. Kelompok pertama, adalah pembayar pajak yang bisa hidup dengan tenang. Sementara kelompok kedua, adalah masyarakat yang diperingatkan untuk berhati-hati karena selama ini tidak patuh terhadap kewajiban perpajakannya kepada negara.

  • Kontribusi Pasar Modal ke Pajak Rp110 Triliun

Bursa Efek Indonesia (BEI) menyatakan peran industri pasar modal Indonesia cukup besar dalam memberikan kontribusi pada penerimaan pajak negara. Kontribusi industri pasar modal pada penerimaan pajak sepanjang 2016 sebesar 10% atau mencapai Rp110 triliun. Proporsi penerimaan pajak dari pasar modal 2016 di antaranya dari emiten saham Rp89,07 triliun sebagai penyumbang terbesar. Setelah itu diikuti oleh dividen saham yang mencapai Rp12,99 triliun. Lalu, kupon obligasi sebesar Rp4,43 triliun. Selanjutnya secara berturut-turut juga dikontribusikan dari transaksi saham Rp1,84 triliun, Anggota Bursa Rp640 miliar, dan penawaran perdana Rp10 miliar.

  • Integrasi NIK dan NPWP Resmi Bergulir 

Sinergi dua direktorat Jenderal di Kementerian Keuangan yang mengurusi penerimaan negara sudah terealisasi. Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) dan Ditjen Pajak telah resmi bersinergi data dengan membentuk identitas tunggal atau Single ID, sehingga wajib pajak di kalangan importir akan semakin sulit melakukan impor ilegal. Kendati demikian, Direktur Penerimaan dan Peraturan Kepabeanan dan Cukai Sugeng Aprianto mengatakan proses penyatuan database antara DJBC dan Ditjen Pajak masih membutuhkan waktu integrasi.

  • Tiket Masuk FATF Belum di Tangan

Pemerintah menargetkan keanggotaan Indonesia di Financial Action Task Force on Money Laundering (FATF) bakal terealisasi dalam kurun waktu satu hingga dua tahun ke depan. Wakil Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Dian Ediana Rae memaparkan secara umum Indonesia sudah mendapat dukungan dari mayoritas anggota-anggota FATF. Namun, pemerintah Indonesia masih harus mengikuti prosedur yang cukup panjang.

  • BPK Telusuri Praktik Ijon

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tengah mencari cara untuk menelusuri praktik ijon baik yang berkaitan dengan APBN maupun APBD. Ketua BPK Harry Azhar Aziz memaparkan berbagai perkara yang saat ini terjadi, misalnya oknum kepala daerah yang terjerat perkara hukum merupakan imbas dari praktik ijon tersebut. Pasalnya, sebagian besar dana tersebut merupakan dana-dana yang berasal dari pihak ketiga. Harry akan memastikan bahwa setiap anggaran yang berasal dari pemerintah harus diaudit terlebih dahulu. (Amu)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.