STATISTIK KEBIJAKAN PAJAK

Daftar Negara yang Rutin Selaraskan Bracket PPh OP dengan Laju Inflasi

Muhamad Wildan
Kamis, 15 Februari 2024 | 11.30 WIB
Daftar Negara yang Rutin Selaraskan Bracket PPh OP dengan Laju Inflasi

Ilustrasi.

MAYORITAS yurisdiksi di berbagai belahan dunia telah memberlakukan tarif progresif dalam sistem PPh orang pribadinya. Dengan skema tarif progresif, makin besar penghasilan maka makin besar pajak yang dibebankan terhadap wajib pajak tersebut.

Secara umum, tarif pajak progresif didesain untuk meringankan beban pajak yang ditanggung oleh wajib pajak berpenghasilan rendah dan meningkatkan partisipasi wajib pajak kaya dalam membayar pajak sejalan dengan tingginya ability to pay dari segmen wajib pajak tersebut.

Tarif PPh orang pribadi progresif dengan besaran tertentu diterapkan untuk setiap lapisan penghasilan kena pajak tertentu atau bracket tertentu. Nilai penghasilan dalam setiap bracket dan tarif PPh orang pribadi atas bracket-bracket tersebut ditetapkan sejalan dengan situasi ekonomi dan ability to pay dari setiap segmen wajib pajak.

Dengan demikian, bracket dalam sistem PPh orang pribadi seharusnya disesuaikan secara berkala sehingga lebih mencerminkan situasi ekonomi terkini dan dampaknya terhadap penghasilan yang diterima masyarakat, termasuk inflasi.

Menurut Gerber, Klemm, dan Mylonas (2018), penyesuaian diperlukan untuk mempertahankan progresivitas sistem pajak serta mengoptimalkan penerimaan dengan memperhatikan perilaku ekonomi dan stabilitas pertumbuhan.

Bila upah nominal yang diterima orang pribadi terkerek naik akibat inflasi, beban pajak yang harus ditanggung oleh wajib pajak orang pribadi akan lebih besar meski upah riil yang diterima wajib pajak tersebut sesungguhnya tidak meningkat.

Fenomena tersebut dikenal sebagai bracket creep. Dampak dari bracket creep bakal makin nyata jika tarif pajak yang berlaku pada setiap bracket memiliki selisih yang besar.

Dalam working paper bertajuk Tax Distortions from Inflation: What are They? How to Deal with Them?, IMF mencatat belum banyak negara yang menyesuaikan bracket PPh orang pribadi secara reguler guna merespons inflasi.

Dari total 160 yurisdiksi, hanya 29 yurisdiksi yang menyesuaikan nilai bracket dalam ketentuan PPh orang pribadi secara reguler. Berikut daftar negara dimaksud: 

Penyesuaian tersebut dilakukan tidak secara otomatis ataupun secara otomatis sejalan dengan laju inflasi. Tercatat hanya ada 10 yurisdiksi yang memiliki regulasi untuk menyesuaikan bracket PPh orang pribadi secara otomatis.

IMF menilai penyesuaian bracket PPh orang pribadi secara otomatis sejalan dengan kenaikan inflasi dinilai mampu memberikan kepastian kepada wajib pajak mengingat nilai penghasilan dalam setiap bracket langsung disesuaikan untuk setiap periode berdasarkan indikator yang telah disepakati.

Namun demikian, penyesuaian bracket PPh orang pribadi secara ad hoc juga perlu dilakukan guna merespons situasi-situasi tertentu. Contoh, lonjakan inflasi ketika pascapandemi Covid-19.

Bagaimana dengan Indonesia? Hingga saat ini, Indonesia termasuk salah satu yurisdiksi yang tidak melakukan penyesuaian bracket PPh orang pribadi secara rutin. Penyesuaian bracket PPh orang pribadi hanya dilakukan ketika pemerintah dan DPR merevisi UU PPh.

Berdasarkan UU PPh s.t.d.t.d UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), saat ini sistem PPh orang pribadi di Indonesia memiliki 5 bracket dengan perincian sebagai berikut:

  • Lapisan penghasilan kena pajak sampai dengan Rp60 juta dikenakan tarif 5%.
  • Lapisan penghasilan kena pajak di atas Rp60 juta—Rp250 juta dikenakan tarif 15%.
  • Lapisan penghasilan kena pajak di atas Rp250 juta—Rp500 juta dikenakan tarif 25%.
  • Lapisan penghasilan kena pajak di atas Rp500 juta—Rp5 miliar dikenakan tarif 30%.
  • Lapisan penghasilan kena pajak di atas Rp5 miliar dikenakan tarif 35%. (rig)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.