Lusi Khairani (kanan), mahasiswi Magister Akuntansi FEB Universitas Indonesia saat mempresentasikan hasil tesisnya di 13th International Conference on Tax Administration selama 5-6 April 2018 di Coogee Crowne Plaza, Sydney, Australia, yang didampingi oleh dosen pembimbingnya (kiri). (Foto: DDTCNews)
SYDNEY, DDTCNews – University of New South Wales (UNSW) Business School mengadakan 13th International Conference on Tax Administration selama 5 dan 6 April 2018 di Coogee Crowne Plaza, Sydney, Australia. Konferensi yang didakan oleh UNSW secara berkala setiap dua tahun sekali ini menyatukan administrator pajak, akademisi, dan praktisi pajak terkemuka dari seluruh dunia untuk mendiskusikan permasalahan dan isu-isu terkini di bidang perpajakan. Pada tahun ini, tema yang diangkat adalah “Tax System Integrity in a Digital Age”.
Dalam konferensi tersebut hadir pula Lusi Khairani, Mahasiswi Magister Akuntansi FEB Universitas Indonesia yang berkesempatan untuk mempresentasikan hasil tesisnya. Keberangkatannya kali ini mendapat dukungan finansial dari DDTC melalui program corporate social responsibility (CSR).
Lusi mengatakan mimpinya untuk membawakan materi yang masih hangat di dunia pajak internasional akhirnya tercapai dan topik yang akan dibawakan adalah studi kasus pajak Facebook. "Sebelumnya saya ucapkan terima kasih kepada semua yang telah memberikan dukungan untuk kesempatan yang saya dapatkan menjadi pemateri di konferensi internasional," ungkap Lusi.
Studi Kasus Facebook Singapura
Acara dibuka oleh Professor Chris Styles selaku dekan UNSW Business School, UNSW Sydney, yang mengucapkan selamat datang kepada seluruh delegasi yang hadir pada konferensi tersebut.
Acara kemudian dilanjutkan dengan plenary session oleh Neil Olesen, Second Commissioner of Taxation, Australia (Client Engagement Group) dan Sharon Thompson, Deputy Commissioner Customer & Compliance Services New Zealand, yang masing-masing menceritakan mengenai bagaimana perubahan yang dilakukan oleh administrator pajak di Australia dan Selandia Baru dalam menghadapi tantangan di era ekonomi digital.
Setelah morning tea break, acara dibagi ke dalam 3 kelompok (A, B, dan C) sesuai dengan topik dari masing-masing paper yang akan dipresentasikan. Paper Lusi yang berjudul “Tax analysis on implementing BEPS Action Plan 1 in respect of the digital economy in Indonesia: A case study of Facebook Singapore Pte Ltd” dikelompokkan dengan paper berjudul “Tax design and administration in a post-BEPS era: A study of key reform measures in 16 countries” yang ditulis oleh Kerrie Sadiq, Adrian Sawyer & Bronwyn McCredie dari Queensland University of Technology dan University of Canterbury.
Lusi menjelaskan paper yang merupakan hasil tesisnya itu menganalisis mengenai penerbitan Surat Edaran Menkominfo No. 3 Tahun 2016 yang mewajibkan Penyedia Layanan Over The Top (OTT) Asing untuk mendirikan bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia. Jika dikaitkan dengan Facebook Singapore Pte Ltd yang penentuan BUT-nya didasarkan atas ketentuan yang terdapat dalam tax treaty Indonesia-Singapura maka terdapat inkonsistensi antara SE tersebut dengan tax treaty Indonesia-Singapura.
Berdasarkan tax-treaty tersebut Facebook tidak menimbulkan BUT di Indonesia karena aktivitas bisnis yang dilakukan hanya berkaitan dengan marketing research namun justru diwajibkan untuk mendirikan BUT berdasarkan SE No. 3 Tahun 2016.
"Kebijakan ini dianalisis dengan menggunakan teori tax treaty override, tax avoidance dan benefit theory of taxation," tutur Lusi saat menjelaskan metode penelitian yang dipilih dalam papernya.
Berdasarkan analisis dengan menggunakan ketiga teori tersebut maka SE No 3 Tahun 2016 tidak dapat diterapkan di Indonesia meskipun seharusnya Indonesia bisa mengenakan pajak atas penghasilan yang diperoleh Facebook dari Indonesia karena pemerintah Indonesia telah menyediakan layanan publik sehingga Facebook dapat memperoleh penghasilan.
Alternatif kebijakan yang ditawarkan dalam BEPS Action Plan 1 pun kemudian dianalisis mengenai kemungkinan penerapannya di Indonesia meskipun pada akhirnya kebijakan significant economic presence, withholding tax, dan equalization levy masih belum memungkinkan untuk diaplikasikan di Indonesia tanpa melakukan revisi terlebih dahulu berkaitan dengan ketentuan yang terdapat dalam tax treaty Indonesia-Singapura.
Lusi dan Salah Satu Impian
Kesempatan untuk mempresentasikan tesis di dalam konferensi internasional adalah mimpi yang akhirnya menjadi nyata bagi Lusi. Sebab, jauh sebelum hal ini terjadi, besarnya biaya selalu menghantui setelah Lusi menerima e-mail dari panitia 13th International Conference on Tax Administration. Dalam percakapan via e-mail tersebut, tulisan atau paper Lusi dinyatakan layak untuk tampil di Sydney. Lusi pun langsung bertukar pikiran dengan dosen pembimbingnya saat menempuh program S2. Terbesitlah nama DDTC, sebuah institusi pajak lokal yang memiliki misi-misi pendidikan.
Tak lama, Lusi membuat proposal permohonan bantuan dana. Dengan tangan terbuka, proposal Lusi langsung disambut baik oleh DDTC. Melalui berbagai pertemuan dan diskusi bersama Kepala DDTC Fiscal Research Bawono Kristiaji, akhirnya salah satu impian Lusi, terkabul. Lusi pun tak lupa mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah mendukung, terutama DDTC.
"Luar biasa! Semoga DDTC semakin jaya dan sukses ke depannya dan selalu memberikan perhatian terhadap pengembangan SDM, DDTC hebat!" ucapnya.*