LOMBA MENULIS ARTIKEL PAJAK 2018

Strategi Jitu Mengamankan Penerimaan Pajak di Tahun Politik

Redaksi DDTCNews
Jumat, 11 Januari 2019 | 17.22 WIB
ddtc-loaderStrategi Jitu Mengamankan Penerimaan Pajak di Tahun Politik
Ahyar Ismail,
Fakultas Ekonomi STIE Muhammadiyah Palopo Sulawesi Selatan

TAHUN 2018 dan 2019 merupakan tahun familiar dengan sebutan ‘tahun politik’. Tidak heran jika sebutan itu seolah-olah benar karena Pilkada serentak pada 2018 dan pemilu serentak pada 2019. Namun, perlu kita pahami bahwa pada dasarnya tiap tahun itu merupakan tahun politik.

Tanpa keputusan politik, kebijakan dalam sektor publik tidak akan terlaksana. Adanya dinamika dan kegiatan politik yang tidak pasti, tentunya berpengaruh terhadap pencapaian target yang pada akhirnya berdampak pada munculnya risiko.

Target penerimaan negara 2019 mencapai sekitar Rp2.142,5 triliun, dari pajak Rp1.780,9 triliun, nonpajak Rp361,1 triliun, dan hibah Rp435,3 miliar. Target terbesar bersumber dari pajak yang mengindikasikan pajak merupakan sumber penerimaan terbesar.

Apa penyebab target tidak tercapai? Pergerakan ekonomi. Penyebab lain meliputi rendahnya kepatuhan wajib pajak, menurunnya kinerja pemungutan pajak, administrasi dan perubahan kebijakan pajak, meningkatnya shadow economy, dan tidak berimbangnya struktur penerimaan pajak.

Penyebab tidak tercapainya target penerimaan yang sering sekali terjadi dikarenakan penyakit ‘menular’, yaitu ketidakpatuhan pajak. Perlu kita pahami bahwa ketidakpatuhan pajak itu ‘menular’ yang cenderung dipengaruhi oleh perilaku sosial.

Untuk itu, pemerintah perlu melakukan antisipasi dan merancang strategi atas segala prediksi yang akan terjadi di tahun politik ini. Pemerintah perlu memahami skenario optimis, transformatif, dan pesimis yang akan terjadi.

Skenario optimis menggambarkan berlangsungnya kegiatan Pilkada dan Pilpres dengan aman dan kondusif. Skenario transformatif fokus dengan perhatian khusus terhadap dinamika yang tidak pasti. Sedangkan skenario pesimis fokus pada gangguan dalam kegiatan Pilkada dan Pilpres.

Pemahaman terhadap skenario ini dapat memudahkan pemerintah merancang strategi melalui langkah-langkah khusus seperti prevention, preparation, response,dan recovery dalam menghadapi berbagai situasi.

Strategi Ampuh
PERTUMBUHAN ekonomi itu mengacu pertumbuhan penjualan. Sebaliknya, penurunan ekonomi dapat berdampak buruk, karena dengan menurunnya ekonomi, produsen tidak dapat memperoleh keuntungan yang maksimal. Pada akhirnya akan memengaruhi penerimaan negara termasuk pajak.

Karena itu, perlu perhatian padas segala elemen yang berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi seperti peningkatan kualitas sumber daya manusia, jumlah pengusaha, membuka lapangan kerja, meningkatkan investasi, meningkatkan nilai ekspor, dan memperbaiki infrastuktur.

Selain itu, perlu dilakukan penguatan basis pajak. Potensi pajak dunia maya misalnya, sangat besar sehingga penting mengerahkan segala instrumen. Konsumen lebih mudah melakukan transaksi, menghemat biaya, tenaga, dan waktu, bahkan dapat menikmati produk tanpa harus ke pasar.

Akan tetapi, dunia pajak dibuat pusing untuk mendeteksi berbagai transaksi elektronik tersebut dan akhirnya berdampak pada potensi penerimaan pajak. Pemerintah sudah seharusnya memperluas basis pajak dan lebih fokus menyasar penerimaan pajak dari perusahaan-perusahaan online.

Pemerintah harus memperkuat basis perpajakan dengan meningkatkan kapasitas teknologi informasi, pemutakhiran data wajib pajak, dan mencegah praktik penghindaran pajak melalui implementasi Automatic Exchange of Information. Penguatan ini dapat menekan potensi pengemplangan pajak.

Faktor lain yang juga tidak boleh dilupakan adalah penyusunan peraturan yang membatasi akses perusahaan luar negeri untuk bertransaksi di Indonesia. Sekarang ini, perkembangan ekonomi digital dan kriptografi sebenarnya menimbulkan kewaspadaan sekaligus harapan besar bagi fiskus.

Nyatanya, transaksi barang kian banyak tetapi sulit dideteksi. Lemahnya infrastruktur dan teknologi informasi yang bisa menangkap aktivitas itu kian menjauhkan penerimaan. Karena itu, pemerintah perlu menyusun peraturan yang membatasi akses perusahaan asing beroleh laba dari Indonesia.

Faktor lainnya adalah penguatan payung hukum kewenangan khusus. Pungutan negara kepada wajib pajak harus berdasarkan payung hukum. Segala sesuatu yang berkaitan dengan pungutan di Indonesia, sudah selayaknya merujuk pada peraturan yang ada.

Oleh karena itu, diperlukan payung hukum untuk tetap mengamankan target penerimaan khususnya yang dapat memberikan ruang dan kewenangan khusus kepada aparat fiskus untuk menyasar objek pajak baru serta menindaklanjuti para pengemplang pajak.

Lalu membangun sinergi. Reformasi pajak di Indonesia membutuhkan dorongan untuk bersaing secara global termasuk program sinergisitas. Program ini akan sangat bermanfaat dalam meningkatkan kepercayaan publik.

Pemerintah perlu membangun sinergi antara beberapa unit pada eselon Kementrian Keuangan yang sangat penting. Misalnya Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC). Dua unit ini sangat penting dalam mengamankan APBN.

Sinergisitasnya akan mempermudah pemerintah memberikan pelayanan yang baik. Bukan itu saja, peningkatan sinergi juga bisa meningkatkan efisiensi dan efektivitas administrasi perpajakan. Namun, tidak menutup kemungkinan dibutuhkan sinergi selain dua unit eselon ini dengan tujuan sama.

Hal berikutnya adalah ekstensifikasi pro aktif. Mengingat setiap tahun kemungkinan terjadi perubahan jumlah penduduk, maka perlu dilakukan ekstensifikasi yang pro aktif melalui kegiatan Sensus Pajak Nasional (SPN) tiap periode dan optimalisasi pemanfaatan data hasil SPN tersebut.

Agenda yang terakhir adalah peningkatan kualitas penyuluhan dan edukasi. Karakter dan perilaku masyarakat tentunya tidak akan sama tiap saat. Apalagi dengan perkembangan yang semakin pesat menyebabkan adanya perubahan karakter dan perilaku.

Oleh karena itu, penyuluh pajak dalam kondisi ini sangat dibutuhkan bukan hanya melakukan komunikasi saja, namun berusaha agar komunikasi tersebut mampu mendorong kepatuhan dan ketataan wajib pajak melalui edukasi.

Dengan adanya kegiatan ini, masyarakat yang pada awalnya tidak tau dan/atau tidak mampu menjadi tau dan/atau mampu yang pada akhirnya akan memenuhi hak dan kewajibannya. Terlaksananya hak dan kewajiban tersebut akan berdampak pada penerimaan negara.*

Editor :
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.