LOMBA MENULIS DDTCNEWS 2023

Upaya Meningkatkan Tax Ratio RI, Kewajiban Pemerintah atau Rakyat?

Redaksi DDTCNews
Senin, 06 November 2023 | 14.00 WIB
ddtc-loaderUpaya Meningkatkan Tax Ratio RI, Kewajiban Pemerintah atau Rakyat?

Difa Zahrah Zakiyah,

Kabupaten Karawang, Jawa Barat

PENERIMAAN negara menjadi penopang berjalannya sebuah pemerintahan. Seluruh program pembangunan dibiayai, salah satunya, dengan pundi-pundi dari penerimaan negara. Pendapatan negara, baik dari pajak atau bukan pajak, pada akhirnya berperan sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi nasional. 

Bicara mengenai penerimaan pajak, kita mengenal istilah tax ratio atau rasio pajak. Sederhananya, tax ratio berfungsi sebagai pengukur dan pembanding antara penerimaan pajak dengan gross domestic product (GDP) atau produk domestik bruto (PDB). Secara sederhana, PDB merupakan nilai kotor barang dan jasa, baik dari dalam negeri maupun luar negeri, yang dihasilkan di suatu negara.

Untuk meningkatkan tax ratio maka pendapatan dari pajak juga harus naik. Namun, upaya untuk menggenjot tax ratio selama ini dihadapkan sejumlah tantangan. Salah satunya, pekerjaan rumah bagi otoritas pajak untuk membangun trust dari masyarakat. Kepercayaan ini menyangkut pemanfaatan uang pajak secara optimal sebagaimana alokasi yang semestinya. 

Di satu sisi, masyarakat sebagai wajib pajak memiliki kewajiban untuk menyetorkan pajaknya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Di sisi lain, pemerintah juga memiliki tugas untuk memungut dan mengelola pajak yang terkumpul. Lantas siapakah yang paling bertanggung jawab dalam meningkatkan tax ratio? Pemerintah atau masyarakat?

Peningkatan tax ratio perlu diimbangi dengan perbaikan laju pertumbuhan ekonomi. Sebagai gambaran, pada 2020 lalu tax ratio Indonesia turun ke 8,33%, dari capaian 9,76% pada 2019. Penurunan kinerja tax ratio terjadi karena munculnya pandemi Covid-19 yang melemahkan perekonomian seluruh negara di dunia, tak terkecuali Indonesia.

Namun, pada 2021 dan 2022 perekonomian RI berhasil mencatatkan pemulihan. Hal ini tercermin dari tax ratio yang mulai merangkak naik, yakni 10,1% pada 2021 dan 10,4% pada 2022.

Kendati demikian, tax ratio Indonesia masih terpaut jauh di belakang jika dibandingkan dengan negara-negara lain di Asean. Vietnam misalnya, tax ratio-nya mampu tembus 22,7% pada 2021 lalu saat pandemi Covid-19 masih melanda. Artinya, kinerja tax ratio Vietnam saat itu mampu mencapai 2 kalinya Indonesia. 

Sementara itu untuk negara di Asia Timur, tax ratio tertinggi diduduki oleh Jepang, yakni mencapai angka 31,4%. 

Peningkatan tax ratio memengaruhi banyak aspek. Salah satunya, pertumbuhan ekonomi sebuah negara. Hal inilah yang terjadi di Indonesia. Pada Juli 2023, Indonesia resmi naik status ke jajaran upper middle income country atau negara dengan pendapatan menengah-atas. Capaian ini linier dengan perbaikan tax ratio beberapa tahun belakangan.

Naiknya status RI sebagai negara berpendapatan menengah-atas menjadi pijakan sekaligus tantangan dalam meraih visi menjadi negara maju pada 2045. Mengapa disebut tantangan? Untuk mencapai status negara maju, Indonesia perlu mempertahankan pertumbuhan ekonomi di rentang 6% hingga 7% secara konsisten setiap tahunnya. 

Guna menjaga kinerja pertumbuhan ekonomi, tentunya penerimaan pajak perlu dijaga. Dalam hal ini, penulis memandang otoritas perlu memastikan kepercayaan dari masyarakat sepenuhnya terbangun. Wajib pajak harus lah percaya kalau uang pajak yang mereka setorkan benar-benar dimanfaatkan untuk pembangunan. 

Tax ratio memang bukan target khusus pemerintah. Namun, meningkatkan penerimaan pajak merupakan tanggung jawab pemerintah (Yon Arsal, 2022). Peningkatan penerimaan pajak ini sangat dimungkinkan dengan memanfaatkan peluang bonus demografi yang saat ini tengah terjadi.

Momentum tumbuhnya populasi penduduk usia produktif harus ditangkap pemerintah dengan memastikan ketersediaan peluang kerja. Tenaga kerja yang produktif dan berkualitas bakal memberikan kontribusinya terhadap penerimaan pajak. 

Ada strategi yang penulis garis bawahi terkait dengan upaya peningkatan tax ratio di Indonesia. Pertama, pemerintah perlu memberikan pemahaman sejelas-jelasnya kepada publik mengenai transparansi pemanfaatan uang pajak. Jika perlu, pemerintah bisa memberlakukan skema reward and punishment kepada wajib pajak.

Reward, misalnya seperti yang diberikan oleh sejumlah unit vertikal DJP di daerah, berupa penghargaan kepada wajib pajak yang dinilai patuh dalam menjalankan kewajibannya. Hal ini bisa memotivasi wajib pajak lain dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Sementara sistem punishment dijalankan dengan menegakkan pengawasan dan sanksi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. 

Kedua, pemerintah perlu berfokus terhadap ekonomi digital, khususnya penggunaan platform media sosial. Medsos kini dimanfaatkan sebagai sumber penerimaan bagi sejumlah pihak. Kondisi ini memunculkan banyak influencer yang menggali pundi-pundi rupiah dari aktivitas di medsos. Pemerintah perlu mengoptimalkan pengawasan terhadap wajib pajak yang berprofesi sebagai influencer atau pengguna platform digital.

Dari hal-hal yang telah disebutkan di atas maka kewajiban meningkatkan tax ratio atau pendapatan pajak harus diwujudkan melalui kontribusi dua arah antara masyarakat dan pemerintah. Kedua pihak harus bekerja sama dalam menciptakan ekosistem pajak yang harmonis. 

*Tulisan ini merupakan salah satu artikel yang dinyatakan layak tayang dalam lomba menulis DDTCNews 2023. Lomba diselenggarakan sebagai bagian dari perayaan HUT ke-16 DDTC. Anda dapat membaca artikel lain yang berhak memperebutkan total hadiah Rp57 juta di sini.

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.