LOMBA MENULIS DDTCNEWS 2025

Online Cash Registers: Langkah Menuju Kemudahan dan Transparansi Pajak

Redaksi DDTCNews
Rabu, 24 September 2025 | 15.00 WIB
Online Cash Registers: Langkah Menuju Kemudahan dan Transparansi Pajak
Ardian Mahardi Putera,
Kota Metro, Lampung

TRANSFORMASI digital dalam administrasi perpajakan kini menjadi kunci menjaga keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan penerimaan negara. Sebagai negara dengan potensi pasar ritel yang sangat besar, Indonesia masih menghadapi tantangan klasik berupa kesenjangan penerimaan pajak.

Sektor ritel yang berputar triliunan rupiah setiap tahun masih menyisakan celah kebocoran akibat transaksi tunai yang tidak tercatat dengan baik. Di sinilah Online Cash Registers (OCR), atau mesin kasir daring yang terhubung langsung dengan otoritas pajak, hadir sebagai solusi strategis.

Berdasarkan publikasi OECD Implementing Online Cash Registers: Benefits, Considerations and Guidance (2019), OCR mampu mengubah pola kepatuhan pajak. Dengan OCR, setiap transaksi ritel tercatat otomatis dan terkirim ke server otoritas pajak.

Data tersebut tidak bisa diubah atau dihapus pemilik usaha sehingga risiko manipulasi berkurang signifikan. Negara-negara yang sudah menerapkan sistem ini menunjukkan hasil konkret. Salah satunya ialah Hungaria.

Otoritas Hungaria berhasil menurunkan gap PPN dari 20,9% pada 2013 menjadi 13,7% pada 2015, setara kenaikan penerimaan PPN hingga 15% hanya dalam 2 tahun. Adapun Rusia melaporkan kenaikan kepatuhan PPN sebesar 38% hanya setahun setelah OCR diwajibkan.

Manfaat bagi Dua Pihak

OCR tidak hanya menguntungkan negara, tetapi juga wajib pajak. Pertama, transparansi data membuat sengketa pajak dapat ditekan. Perselisihan sering timbul karena perbedaan catatan antara pelaku usaha dan otoritas.

Dengan OCR, data transaksi terekam pada sistem yang sama sehingga argumen kedua belah pihak berdiri di atas fondasi data identik. Hal ini pada gilirannya memberi kepastian hukum yang dibutuhkan dunia usaha.

Kedua, pelaku usaha dapat memanfaatkan data yang terkumpul untuk analisis bisnis. Data penjualan yang akurat tidak hanya bermanfaat untuk pelaporan pajak, tetapi juga strategi penjualan, manajemen stok, hingga perencanaan ekspansi.

Bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP) pedagang eceran, kewajiban menyampaikan SPT Masa PPN atas ribuan bahkan jutaan transaksi bukan perkara mudah.

Tantangan klasiknya ialah rekonsiliasi data, ketika catatan penjualan harian harus dicocokkan dengan faktur pajak dan dilaporkan dalam SPT Masa PPN. Proses manual ini rentan human error dan adanya ketidaksesuaian bisa berujung kekeliruan pelaporan maupun pembayaran.

Integrasi OCR dengan sistem coretax berpotensi merevolusi proses pelaporan PKP pedagang eceran. Setiap penjualan yang tercatat di mesin kasir dapat otomatis menghasilkan data faktur pajak, tercatat dalam pembukuan, sekaligus masuk dalam SPT Masa PPN.

Teknologi ini menghapus entri ganda (double entry), meminimalkan kesalahan, dan memastikan setiap transaksi penjualan dilaporkan akurat. Dengan demikian, sistem ini tidak hanya mempermudah kewajiban pelaporan wajib pajak, tetapi juga memberi data yang andal bagi otoritas pajak.

Bagi Ditjen Pajak (DJP), OCR memperkuat kapasitas pengawasan secara lebih efisien. Selama ini, pengawasan dan pemeriksaan sering kali menjadi beban bagi DJP maupun wajib pajak.

Dengan OCR, pengawasan dapat bergeser ke analisis data jarak jauh. DJP dapat mendeteksi anomali, misalnya perbandingan penjualan antar toko sejenis atau ketidaksesuaian antara transaksi tunai dan non-tunai.

Teknologi analitik bahkan memungkinkan DJP menemukan pola penjualan mencurigakan hanya dengan algoritma sederhana. Dampaknya, AR dan pemeriksa pajak dapat dialihkan ke kasus berisiko tinggi, sedangkan wajib pajak patuh tidak lagi terganggu pemeriksaan berlebihan.

Lebih jauh, OCR memberi manfaat makro. Dengan basis data transaksi ritel yang tercatat real time, pemerintah dapat memantau tren konsumsi, pergerakan harga barang, hingga kontribusi sektor tertentu terhadap pertumbuhan ekonomi.

Data semacam ini sangat berharga untuk perumusan kebijakan fiskal dan moneter, sekaligus menjadi indikator dini potensi krisis. Dengan kata lain, OCR tidak hanya alat kepatuhan pajak, tetapi juga instrumen pembangunan ekonomi.

Strategi Implementasi

Penerapan OCR di Indonesia tentu perlu strategi bertahap. Biaya transisi menjadi tantangan, terutama bagi usaha menengah. Namun, pemerintah dapat mengadopsi kebijakan diferensiasi, yaitu dengan mewajibkan ritel besar bertransaksi tinggi sebagai tahap awal, lalu memperluas cakupan seiring dengan berkembangnya infrastruktur.

Insentif fiskal seperti subsidi perangkat OCR bisa diberikan untuk mengurangi resistensi. Langkah serupa terbukti berhasil di Hungaria yang memberikan subsidi untuk mempercepat adopsi.

Selain itu, OCR juga dapat menjadi fondasi hubungan baru antara negara dan wajib pajak. Di satu sisi, DJP memperoleh akses data yang transparan untuk mengamankan penerimaan. Di sisi lain, wajib pajak mendapat kepastian hukum dan data kredibel untuk perencanaan bisnis.

Dengan sistem tersebut, kepatuhan tidak lagi sekadar kewajiban saja, tetapi juga strategi usaha yang menguntungkan.

Mendorong pertumbuhan ekonomi dan penerimaan pajak secara seimbang bukanlah hal mustahil. OCR membuktikan digitalisasi dapat menghadirkan kejujuran sebagai norma, kepatuhan sebagai budaya, dan keadilan sebagai fondasi.

Kini, saatnya Indonesia melangkah maju. Bukan hanya soal menutup jurang ketertinggalan, tetapi berani membangun sistem perpajakan yang sehat dan dipercaya.

*Tulisan ini merupakan salah satu artikel yang dinyatakan layak tayang dalam lomba menulis DDTCNews 2025. Lomba diselenggarakan sebagai bagian dari perayaan HUT ke-18 DDTC. Anda dapat membaca artikel lain yang berhak memperebutkan total hadiah Rp75 juta di sini.

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Ingin selalu terdepan dengan kabar perpajakan terkini?Ikuti DDTCNews WhatsApp Channel & dapatkan berita pilihan di genggaman Anda.
Ikuti sekarang
News Whatsapp Channel
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.