PERKEMBANGAN artificial intelligence (AI) dan robot yang menjadi bagian dari revolusi industri keempat secara perlahan mengubah perekonomian dan kehidupan masyarakat. World Economic Forum (WEF) telah memprediksikan bahwa robot akan menggantikan pekerjaan manusia di masa depan. Pada 2025, setidaknya 52% pekerjaan manusia akan diambil alih oleh robot.
Berangkat dari isu tersebut, buku yang berjudul ‘Taxing Robot’ ini memberikan gambaran pemajakan atas robot. Buku yang ditulis oleh Xavier Oberson dimulai dengan uraian singkat tentang perkembangan AI dan robotika, serta dampaknya terhadap perekonomian dan tenaga kerja.
Kemudian penulis melakukan identifikasi fitur-fitur penting dari robot yang kemudian dituangkan dalam definisi yang tepat untuk keperluan perpajakan. Buku ini juga menjelaskan terkait entitas hukum robot, unsur perpajakan dari robot, dan berbagai alternatif untuk merancang pajak robot.
Perlu dipahami bahwa penggunaan AI dan robot yang masif berpengaruh pada penerimaan negara. Dalam hal mengurangi dampak negatif dari perkembangan industri, sejak 2016 sudah mulai diperkenalkan pajak robot.
Buku yang diterbitkan pada 2019 ini memaparkan pro kontra atas pajak robot. Bagi kaum optimis, perkembangan AI dan robot akan meningkatkan produktivitas. Lapangan pekerjaan mungkin saja akan hilang dan posisi tenaga kerja tergantikan oleh robot, tetapi lapangan kerja baru pun akan tercipa. Kemudahan dan kesejahteraan hidup manusia juga akan meningkat.
Gagasan pajak robot ini didukung oleh Bill Gates. Simak artikel ‘Bill Gates: Robot Pun Harus Dikenakan Pajak ‘. Tidak hanya Gates, Benoit Hamon saat kampanye presiden Prancis pada 2017 juga mengusulkan pengenaan pajak robot.
Sebaliknya, kaum pesimis menganggap bahwa revolusi industri dan teknologi perlu diwaspadai. Adanya robot pintar yang mampu membuat keputusan, belajar, dan beradaptasi dengan lingkungan akan mengambil alih lapangan kerja manusia. Penggunaan robot akan menguntungkan pemilik modal, tetapi merugikan tenaga kerja.
Robot tidak hanya akan menggantikan posisi pekerja di industri, tetapi juga sektor jasa. Dengan digantikannya tenaga kerja manusia dengan robot, maka basis pajak dari sebagian negara akan menurun drastis. Suatu negara juga akan dihadapkan pada persoalan pengangguran. Hilangnya sumber pendapatan nantinya berdampak pada penurunan konsumsi masyarakat.
Terhadap ide tersebut, beberapa pihak, salah satunya Parlemen Uni Eropa menolak adanya kebijakan pajak robot. Pemungutan pajak robot dianggap akan memberatkan para pemilik robot serta menghambat inovasi teknologi kedepannya. Skema pemungutannya pun akan sulit dilaksanakan.
Setidaknya terdapat tiga hal penting yang dikupas dalam buku ini dalam perumusan pajak robot. Pertama, justifikasi atas pemungutan pajak robot ini harus dijabarkan secara jelas berdasarkan fakta dan dampak penggunaan robot yang terjadi kedepannya.
Kedua, perlunya dirumuskan suatu definisi dari AI dan robot yang jelas dan tepat untuk tujuan pajak. Dalam buku ini, penulis menyarankan bahwa definisi seharusnya berfokus pada robot pintar, yaitu robot yang menerapkan AI dan mampu berperilaku mandiri. Perlu dibedakan antara mesin dan robot.
Ketiga, pentingnya untuk menetapkan subjek serta objek pajaknya. Apabila jenis pajak ini dibentuk, perlu dibedakan antara pajak atas robot dengan pajak atas penggunaan robot. Xavier menyebutkan penggunaan klausul pajak atas penggunaan robot lebih tepat digunakan karena nantinya lebih jelas siapakah yang menjadi subjek pajaknya.
Pajak atas robot masih sulit untuk diterapkan karena belum banyak pihak yang mengakui robot sebagai suatu entitas hukum. Perkembangan ini mensyaratkan agar suatu bentuk kemampuan membayar diberikan pada robot.
Apabila dirumuskan suatu pajak penggunaan robot maka pajak dapat dipungut berdasarkan penghasilan yang disamakan dengan pendapatan yang dihasilkan pada manusia. Alternatif lainnya, pungutan pajak dapat mengacu pada rasio dari otomatisasi yang dibandingkan dengan pekerja manusia.
Buku ini dapat menjelaskan pajak robot secara bertahap dan komprehensif. Akan tetapi, penulis belum membahas lebih jauh dari potensi penghindaran pajak robot dan dampaknya pada perekonomian suatu negara. Pendalaman materi tersebut penting untuk melakukan pencegahan atas tindakan penghindaran pajak yang mungkin saja terjadi.
Suatu hari nanti, mungkin penerimaan pajak akan bergantung pada robot sebagai wajib pajak dan konsumen. Meskipun Menkeu Sri Mulyani pernah melihat kemungkinan penerapannya, konsep pajak robot ini memang masih belum populer di berbagai negara, khususnya Indonesia. Pemahaman isu pajak robot memang dibutuhkan agar ada ancang-ancang kebijakan untuk masa mendatang. Tertarik membaca buku ini? Silakan berkunjung ke DDTC Library.*