CUKAI merupakan suatu pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang yang mempunyai sifat dan karakteristik tertentu. Contoh, barang-barang yang konsumsinya perlu dikendalikan dan peredarannya perlu diawasi lantaran pemakaiannya dapat menimbulkan dampak negatif.
Saat ini, terdapat 3 barang yang termasuk dalam barang kena cukai (BKC) di Indonesia. Barang kena cukai tersebut antara lain etil alkohol atau etanol, minuman mengandung etil alkhol (MMEA) dalam kadar berapa pun, dan hasil tembakau.
Namun, tidak semua objek cukai otomatis dipungut cukai. Sebab, UU Cukai telah mengatur fasilitas tidak dipungut cukai. Secara ringkas, fasilitas tidak dipungut cukai diberikan terhadap tembakau iris dan minuman mengandung etil alkohol (MMEA) yang dibuat secara sederhana.
Tidak dipungutnya cukai atas BKC tersebut dimaksudkan untuk memberikan keringanan kepada masyarakat di beberapa daerah yang membuat barang tersebut secara sederhana dan merupakan sumber mata pencaharian.
Pemerintah juga telah mengatur pemberian fasilitas tidak dipungut cukai melalui Peraturan Menteri Keuangan No.59/PMK.04/2017 tentang Tidak Dipungut Cukai dan Peraturan Dirjen Bea Dan Cukai No.PER 18/BC/2017 tentang Tata Cara Tidak Dipungut Cukai.
Merujuk PER-18/BC/2017, terdapat sejumlah laporan bulanan yang harus dibuat oleh pengguna fasilitas tidak dipungut cukai. Laporan tersebut di antaranya adalah LACK-1, LACK-2, dan LACK-10. Lantas, apa itu LACK-1, LACK-2, dan LACK-10?
Secara ringkas, LACK-1 adalah laporan penggunaan /persediaan BKC dengan fasiltas tidak dipungut cukai.
Mengacu Pasal 24 PER-18/BC/2017, LACK-1 wajib dibuat pengusaha pabrik yang menggunakan BKC sebagai bahan baku atau bahan penolong yang mendapat fasilitas tidak dipungut cukai dalam pembuatan BKC lainnya.
LACK-1 wajib disampaikan setiap bulan kepada Kepala Kantor Bea dan Cukai yang mengawasi pabrik pengguna fasilitas tidak dipungut cukai. LACK-1 tersebut harus disampaikan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya sesuai dengan format pada lampiran VI PER-18/BC/2017.
Selanjutnya, LACK-2 adalah laporan penjualan/penyerahan BKC dengan fasilitas tidak dipungut cukai. Mengutip Pasal 28 PER-18/BC/2017, LACK-2 wajib dibuat pemasok yang mengeluarkan BKC sebagai bahan baku atau bahan penolong dengan fasilitas tidak dipungut.
Seperti halnya LACK-1, LACK-2 wajib disampaikan setiap bulan kepada Kepala Kantor Bea dan Cukai yang mengawasi pabrik pengguna fasilitas tidak dipungut cukai. LACK-2 harus disampaikan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya sesuai dengan format pada lampiran VIII PER-18/BC/2017.
Kemudian, LACK-10 adalah laporan BKC yang musnah atau rusak sebelum diberitahukan sebagai BKC yang selesai dibuat. Berdasarkan Pasal 39 PER-18/BC/2017, LACK-10 wajib dibuat pengusaha pabrik yang BKC-nya musnah atau rusak sebelum diberitahukan sebagai BKC selesai dibuat.
Selain LACK-1, LACK-2, dan LACK-10, ada juga LACK-3 hingga LACK-9 yang memiliki fungsinya masing-masing. Secara garis besar, LACK-3 hingga LACK-9 merupakan jenis-jenis laporan bulanan yang harus disampaikan oleh pengguna fasilitas pembebasan cukai. (rig)