PENERIMAAN Negara Bukan Pajak (PNBP) adalah pungutan yang dibayar oleh orang pribadi atau badan dengan memperoleh manfaat langsung maupun tidak langsung atas layanan atau pemanfaatan sumber daya dan hak yang diperoleh negara.
PNBP merupakan penerimaan pemerintah pusat di luar penerimaan perpajakan dan hibah. Sebagai bagian dari penerimaan negara, penerimaan PNBP juga perlu dioptimalkan. Namun, upaya optimalisasi PNBP dibayangi dengan masalah semakin besarnya nilai piutang PNBP yang didominasi status macet.
Dalam rangka mengatasi kondisi tersebut, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) selaku Pengelola Fiskal mengambil kebijakan yang tegas berupa implementasi Automatic Blocking System (ABS) sejak 1 Januari 2022. Lantas, apa itu ABS?
Kendati mengatur implementasi ABS, PMK 155/2021 s.t.d.d PMK 58/2023 tidak memberikan definisi ABS secara harfiah. Namun, pengertian ABS dapat dipahami dengan merujuk pada ketentuan Pasal 184D dan Pasal 184E PMK 155/2021 s.t.d.d PMK 58/2023.
Berdasarkan pasal tersebut, ABS dapat diartikan sebagai sistem informasi yang dikelola Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang dapat digunakan sebagai upaya penyelesaian piutang PNBP atau piutang negara lainnya dengan memblokir layanan tertentu dan/atau pembukaan blokir layanan tertentu.
Berdasarkan Kemenkeu Learning Center (KLC), ABS adalah sistem informasi pada Kemenkeu yang digunakan untuk memblokir layanan tertentu dan/atau membuka blokir atas layanan tertentu, sebagai upaya penyelesaian piutang PNBP dan/atau piutang negara lainnya.
Ditjen Anggaran (DJA) mendefinisikan ABS sebagai sistem yang diimplementasikan untuk optimalisasi PNBP dengan cara menerapkan blokir atas akses kode billing SIMPONI dan akses kepabeanan kepada wajib bayar (WB) yang tidak patuh dalam pemenuhan kewajiban piutang PNBP.
SIMPONI adalah kependekan dari dari Sistem Informasi PNBP Online. Sistem tersebut dikelola oleh DJA untuk memfasilitasi pembayaran/penyetoran PNBP dan penerimaan non-anggaran. Sistem ini hadir untuk menggantikan Modul Penerimaan Negara Generasi 1 (MPN G-1).
Sementara itu, wajib bayar adalah orang pribadi atau badan dari dalam negeri atau luar negeri yang mempunyai kewajiban membayar PNBP. Adapun ABS diimplementasikan di antaranya untuk menciptakan efek jera terhadap WB yang tidak patuh dalam memenuhi kewajiban piutang PNBP.
Merujuk Laporan Kinerja (Lakin) DJA 2023, ABS merupakan upaya terakhir terhadap WB yang tidak memiliki itikad baik dalam penyelesaian kewajiban piutang PNBP. Tindakan ABS berupa penghentian layanan berdasarkan penilaian dari Instansi Pengelola (IP) PNBP dan mitra instansi pengelola (MIP) PNBP.
Sederhananya, ABS adalah sistem penghentian layanan akses kode billing (pemblokiran) SIMPONI dan pemblokiran akses kepabeanan terhadap WB yang tidak patuh dalam memenuhi kewajiban piutang PNBP. Pemblokiran akses kepabeanan dapat dilakukan karena sistem SIMPONI sudah terintegrasi dengan sistem DJBC (CEISA).
Berdasarkan PMK 155/2021 s.t.d.d PMK 58/2023, secara ringkas mekanisme ABS terdiri atas 3 langkah. Pertama, IP PNBP dapat mengusulkan kepada DJA untuk melakukan pemblokiran akses SIMPONI dan akses kepabeanan terhadap WB yang tidak patuh dalam memenuhi kewajiban PNBP.
Berdasarkan Perdirjen Anggaran No.13/AG/2021 yang dipaparkan dalam Webinar Peningkatan Kualitas Pengelolaan Piutang PNBP melalui Implementasi Automatic Blocking System (15/11/2022), IP PNBP dapat mengusulkan ABS dengan syarat:
Kedua, DJA akan meneliti usulan tersebut dan menetapkan WB yang akan diblokir. Sistem SIMPONI telah terintegrasi dengan sistem CEISA DJBC sehingga pemblokiran terhadap akses SIMPONI maka secara otomatis juga akan terjadi pemblokiran terhadap akses CEISA DJBC.
Berdasarkan Pasal 183 PMK 155/2021 s.t.d.d PMK 58/2023, pemblokiran akses SIMPONI (penghentian layanan penerbitan kode billing) tersebut dapat diperluas ke IP PNBP lainnya (selain yang mengusulkan ABS). Layanan dari IP PNBP lainnya tersebut dengan kriteria:
Selain itu, DJA dapat menyampaikan permintaan penghentian layanan-layanan pada instansi lain berkenaan kepada WB. Instansi lain tersebut dapat berupa layanan perpajakan, layanan kepabeanan dan cukai, layanan jasa keuangan, layanan imigrasi, dan layanan administrasi hukum umum.
Pemblokiran tersebut membuat WB tidak akan dapat mengakses sistem layanan PNBP kementerian atau lembaga sebelum melunasi piutang PNBP. WB juga tidak dapat mengakses layanan kepabeanan baik ekspor maupun impor sebelum melunasi Piutang PNBP.
Ketiga, akses SIMPONI dan akses kepabeanan atau akses lain yang diblokir akan dibuka kembali setelah WB menyelesaikan piutang PNBP baik melalui pelunasan maupun pengajuan keringanan PNBP seperti penundaan dan pengangsuran.
Merujuk laman DJA, proses implementasi ABS dimulai pada 2021 dengan persiapan sistem dan regulasi. Selanjutnya, pada 2022 implementasi ABS dilanjutkan dengan penyusunan Juknis/SOP, sosialisasi, dan pelaksanaan uji coba dilakukan di Ditjen Planologi.
Kemudian, implementasi ABS diperluas ke Kementerian ESDM, termasuk Ditjen Minerba, Ditjen Migas, Ditjen EBTKE, dan BPH Migas pada 2023. Penyekatan ABS juga diperluas ke layanan PNBP K/L seperti pertanahan, keimigrasian, dan perizinan AHU.
Terhitung hingga 12 September 2023, sebanyak 119 WB telah menyelesaikan piutang PNBP dengan total nilai Rp788,92 miliar. Jumlah tersebut mencakup piutang PNBP WB Kementerian LHK sebesar Rp459,71 miliar dan piutang PNBP WB Kementerian ESDM sebesar Rp329,21 miliar (Laman DJA).
Dalam perkembangannya, ABS diharapkan tidak hanya untuk optimalisasi penagihan piutang PNBP, tetapi juga bisa membantu penyelesaian tunggakan piutang negara lainnya. Piutang negara itu seperti piutang pajak serta piutang kepabeanan dan cukai. Catat! Automatic Blocking System Segera Diterapkan untuk Piutang Pajak. (rig)