ATAS kegiatan penyerahan barang kena pajak (BKP) dan/atau jasa kena pajak (JKP) yang tergolong mewah di Indonesia, pengusaha kena pajak (PKP) wajib memungut, menyetor, dan melaporkan pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) yang terutang.
Ketentuan tersebut diatur dalam Pasal 3A ayat (1) Undang-Undang No. 8 Tahun 1983 s.t.d.t.d. Undang-Undang No. 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (UU PPN).
Dalam penghitungan PPnBM, terdapat dua komponen yang memengaruhi besaran pajaknya, yaitu tarif dan dasar pengenaan pajak (DPP). Penghitungan besaran PPnBM dilakukan dengan cara mengalikan tarif BKP yang tergolong mewah dengan DPP-nya. Pada artikel sebelumnya telah dijelaskan dan diuraikan terkait tarif BKP yang tergolong mewah dan DPP PPnBM. Selanjutnya, dalam artikel ini, diuraikan contoh penghitungan PPnBM di Indonesia.
Contoh Kasus 1
PT A merupakan produsen mobil. Dalam menghasilkan mobil, PT A juga membeli AC yang akan dipasang pada mobil yang dihasilkannya. Atas perolehan AC tersebut, PT A telah membayar PPnBM senilai Rp350.000. Kemudian, berapa besaran PPN dan PPnBM yang seharusnya dibayarkan PT A?
Jawaban:
Apabila harga produksi mobil senilai Rp110.000.000 dan keuntungan yang diinginkan PT A senilai Rp40.000.000 maka harga jual mobil tersebut senilai Rp150.350.000. Dengan demikian, DPP atas mobil tersebut adalah senilai Rp150.350.000. Selanjutnya, tarif PPnBM atas mobil yang diproduksi oleh PT A ialah sebesar 20%.
Pajak yang terutang atas penyerahan BKP yang tergolong mewah tersebut.
Berdasarkan penghitungan di atas maka besaran PPN dan PPnBM adalah Rp15.035.000 dan Rp30.070.000.
Contoh Kasus 2
PT C mengimpor BKP yang tergolong mewah dengan nilai impor senilai Rp200.000.000. Atas impor tersebut dikenai PPN sebesar 10% dan PPnBM sebesar 30%. DPP atas impor BKP yang tergolong mewah tersebut adalah senilai Rp200.000.000 tidak termasuk PPN (sebesar 10%) dan PPnBM (sebesar 30%) yang dikenakan atas impor BKP tersebut. Berapakah jumlah yang harus dibayarkan PT C atas impor BKP yang tergolong mewah tersebut?
Jawaban:
Berdasarkan perhitungan di atas maka PT C harus membayar impor BKP senilai Rp280.000.000.
Contoh Kasus 3
Pihak A melakukan pembelian sepeda motor dari pihak B yang terikat dengan kontrak pembelian. Apabila dalam pembuatan kontrak atau perjanjian tertulis bahwa dalam kontrak sebesar Rp130.000.000 secara tegas dinyatakan sudah termasuk PPN (sebesar 10%) dan PPnBM (sebesar 20%). Berapakah besaran PPN dan PPnBM yang terutang?
Jawaban:
Rumus penghitungan PPN dan PPnBM yang digunakan di atas telah diatur dalam Pasal 11 ayat (2) Peraturan Pemerintah No. 1 tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang-Undang No. 8 Tahun 1983 (PP 1/2012). Merujuk pada uraian di atas, besaran PPN dan PPnBM yang terutang adalah Rp10.000.000 dan Rp20.000.000.
Contoh Kasus 4
Sebagaimana contoh kasus 3, apabila dalam kontrak atau perjanjian tertulis tidak dinyatakan dengan tegas PPN dan PPnBM termasuk dalam nilai kontrak, besarnya DPP untuk menghitung PPN adalah senilai Rp130.000.000. Pertanyaannya, berapakah PPN dan PPnBM yang terutang?
Jawaban:
Dengan demikian, besaran PPN dan PPnBM yang terutang ialah Rp13.000.000 dan Rp26.000.000.*