RESTITUSI atau pengembalian pajak sudah tidak asing lagi bagi individu dan perusahaan yang memiliki kewajiban membayar pajak. Istilah restitusi pajak atau pengembalian pajak dapat ditemukan dalam Pasal 17 Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 s.t.d.t.d. Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 (UU KUP).
Dalam pasal a quo, UU KUP menyebut restitusi sebagai pengembalian kelebihan pembayaran pajak. Dalam hal ini, negara wajib membayar kembali pajak yang telah dibayar. Dengan begitu, restitusi pajak dapat diartikan sebagai permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang dilakukan oleh wajib pajak kepada negara.
Secara teori, restitusi harus segera dibayarkan setelah kelebihan pajak muncul, tanpa memperhatikan karakteristik kegiatan usaha dari pengusaha kena pajak (PKP) atau kondisi lainnya yang menimbulkan kelebihan pembayaran pajak masukan tersebut (Ebril, 2001).
Pengembalian kelebihan pembayaran pajak dapat dilakukan terhadap kelebihan pembayaran pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM). Terdapat tiga penyebab terjadinya kelebihan pembayaran PPnBM yang mengakibatkan restitusi.
Pertama, berdasarkan pada Pasal 2 ayat (2b) Peraturan Menteri Keuangan No. 72/PMK.03/2010 (PMK 72/2010), kelebihan pajak dapat terjadi apabila dilakukan ekspor atas barang kena pajak (BKP) yang tergolong mewah.
Kedua, sebagaimana diatur dalam Pasal 17 ayat (2), restitusi dapat dilakukan apabila PPnBM yang dipungut lebih besar daripada yang seharusnya. Misalnya, disebabkan karena kesalahan dalam penghitungan atau penerapan dasar pengenaan pajak.
Ketiga, berdasarkan pada Pasal 16E Undang-Undang No. 8 Tahun 1983 s.t.d.t.d. Undang-Undang No. 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai (UU PPN), orang pribadi yang bukan subjek pajak dalam negeri melakukan pembelian barang di dalam daerah pabean yang tidak dikonsumsi di dalam daerah pabean.
Mekanisme Restitusi
PROSES restitusi pajak dapat dibedakan menjadi dua, yakni secara umum dan khusus melalui restitusi pendahuluan. Pertama, tata cara restitusi secara umum diatur dalam Pasal 17 ayat (1) UU KUP, yang berbunyi sebagai berikut.
"Direktorat Jenderal Pajak, setelah melakukan pemeriksaan, menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar apabila jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang."
(dengan tambahan penekanan)
Berdasarkan rumusan di atas, Ditjen Pajak akan menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) apabila setelah melakukan pemeriksaan diketahui jumlah pajak masukan lebih bayar daripada jumlah pajak keluaran. SKPLB masih dapat diterbitkan lagi apabila berdasarkan hasil pemeriksaan dan/atau data baru ternyata jumlah pajak yang lebih dibayar ternyata lebih besar daripada kelebihan pembayaran pajak yang telah ditetapkan.
Lebih lanjut, sesuai Pasal 3 PMK 72/2010, untuk mengajukan pengembalian kelebihan pembayaran pajak, permohonan diajukan melalui Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPN, untuk jenis pajak PPN dan/atau PPnBM.
Permohonan pengembalian dilakukan dengan cara mengisi pada kolom ‘Dikembalikan (restitusi)’ atau surat permohonan tersendiri apabila kolom 'Dikembalikan (restitusi)' dalam SPT Masa PPN tidak diisi atau tidak mencantumkan tanda permohonan pengembalian kelebihan pajak.
Untuk memperoleh restitusi PPnBM, PKP harus mengajukan permohonan pengembalian atas kelebihan pajak kepada KPP di tempat PKP berkedudukan. Permohonan pengembalian kelebihan pajak ditentukan satu permohonan untuk satu masa pajak.
Adapun PPnBM atas penyerahan BKP yang dikembalikan dapat dikurangkan dari PPnBM yang terutang dalam masa pajak terjadinya pengembalian BKP tersebut. Setelah permohonan restitusi diajukan, PKP akan diperiksa dengan jangka waktu paling lama 12 bulan sejak surat permohonan diterima secara lengkap sesuai dengan Pasal 17B ayat (1) UU KUP. Apabila Ditjen Pajak tidak membuat keputusan dalam jangka waktu tersebut, permohonan restitusi wajib pajak dianggap dikabulkan.
Kedua, untuk PKP tertentu dapat berlaku restitusi PPnBM secara khusus atau biasa dikenal dengan restitusi pendahuluan. Adapun yang dimaksud PKP tertentu meliputi PKP risiko rendah, wajib pajak dengan kriteria tertentu, atau wajib pajak yang memenuhi persyaratan tertentu.
Perbedaan mekanisme umum dan khusus terletak pada jangka waktu. Selain itu, untuk mekanisme khusus tidak melalui proses pemeriksaan, melainkan penelitian. Dalam jangka waktu satu bulan sejak adanya surat permintaan pengembalian diterima secara lengkap, Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak (SKPPKP) dapat diterbitkan. Ketentuan terkait mekanisme restitusi pendahuluan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 39/PMK.03/2018 (PMK 39/2018).*