PERUSAHAAN yang ingin memperoleh insentif supertax deduction atas kegiatan penelitian dan pengembangan (litbang) harus memenuhi kewajiban tertentu, salah satunya adalah mendaftarkan hak kekayaan intelektual berupa paten atau hak Perlindungan Varietas Tanaman (PVT).
Kewajiban tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 6 Â Peraturan Menteri Keuangan No. 153/PMK.010/2020 tentang Pemberian Pengurangan Penghasilan Bruto atas Penelitian dan Pengembangan Tertentu di Indonesia (PMK 153/2020).
Sesuai dengan Pasal 6 PMK 153/2020, perusahaan wajib mendaftarkan hak kekayaan intelektual tersebut atas nama wajib pajak yang menerima tambahan pengurangan penghasilan bruto atau atas nama bersama wajib pajak lainnya yang melakukan kerja sama dalam kegiatan litbang di Indonesia.
Adapun pengertian hak paten adalah hak eksklusif yang diberikan negara kepada inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi untuk jangka waktu tertentu melaksanakan sendiri invensi tersebut atau memberikan persetujuan kepada pihak lain untuk melaksanakannya.
Sementara itu, hak PVT adalah hak khusus yang diberikan negara kepada pemulia dan/atau pemegang hak PVT untuk menggunakan sendiri varietas hasil pemuliaannya atau memberi persetujuan kepada orang atau badan hukum lain untuk menggunakannya selama waktu tertentu.
Perlu dipahami, hak kekayaan intelektual berupa paten dan/atau hak PVT dari kegiatan litbang yang memperoleh insentif tambahan pengurangan penghasilan bruto tidak dapat dialihkan ke pihak lain.
Apabila wajib pajak melakukan pengalihan, atas tambahan pengurangan penghasilan bruto yang telah dimanfaatkan akan diperhitungkan sebagai penghasilan bagi wajib pajak dan terutang pajak penghasilan pada saat dilakukannya pengalihan.
Namun, sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat (3) PMK 153/2020, pengalihan ke pihak lain dapat dilakukan dalam kondisi tertentu. Kondisi yang dimaksud adalah jika pengalihan dilakukan setelah jangka waktu perlindungan hak kekayaan intelektual berupa paten dan/atau hak PVT tidak lagi dimiliki wajib pajak berdasarkan pada peraturan perundang-undangan.
Apabila kegiatan litbang dilakukan melalui kerja sama antara satu atau lebih wajib pajak, dan masing-masing wajib pajak menanggung sebagian atau seluruh biaya litbang, maka terdapat kewajiban lainnya yang harus dipenuhi. Kewajiban yang dimaksud adalah membuat proposal kegiatan litbang bersama yang diatur dalam Pasal 8 ayat (1) PMK 153/2020.
Sesuai dengan Pasal 8 ayat (2) PMK 153/2020, proposal kegiatan litbang bersama paling sedikit harus memuat 9 komponen. Pertama, nomor dan tanggal proposal kegiatan litbang. Kedua, nama dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
Ketiga, fokus, tema, dan topik litbang. Keempat, target capaian dari kegiatan litbang. Kelima, nama dan NPWP dari rekanan kerja sama, jika penelitian dan pengembangan dilakukan melalui kerja sama.
Keenam, estimasi waktu yang dibutuhkan sampai mencapai hasil akhir yang diharapkan dari kegiatan litbang. Ketujuh, perkiraan jumlah pegawai dan/atau pihak lain yang terlibat dalam kegiatan litbang.
Kedelapan, perkiraan biaya dan tahun pengeluaran biaya. Kesembilan, pencantuman rencana kegiatan dan biaya yang ditanggung masing-masing wajib pajak yang bekerja sama.
Selanjutnya, berdasarkan pada Pasal 8 ayat (3), masing-masing wajib pajak yang melakukan kerja sama tersebut menyampaikan permohonan melalui aplikasi Online Single Submission (OSS) dengan melampirkan 2 dokumen. Dokumen tersebut adalah proposal kegiatan litbang dan Surat Keterangan Fiskal (SKF). (vallen/kaw)