WAJIB pajak badan yang melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan (litbang) di Indonesia dapat memperoleh insentif supertax deduction. Ketentuan tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 153/PMK.010/2020 tentang Pemberian Pengurangan Penghasilan Bruto atas Penelitian dan Pengembangan Tertentu di Indonesia (PMK 153/2020).
Sebagaimana tertulis dalam Pasal 2 ayat (1) PMK 153/2020, wajib pajak yang melakukan kegiatan litbang di Indonesia diberikan pengurangan penghasilan bruto paling tinggi 300%. Pengurangan penghasilan bruto paling tinggi 300% tersebut meliputi 2 hal, yaitu pengurangan penghasilan bruto sebesar 100% dan tambahan pengurangan penghasilan bruto paling tinggi 200%.
Adapun artikel kelas pajak sebelumnya telah mengulas mengenai ketentuan penghitungan besaran tambahan penghasilan bruto. Selanjutya, artikel kelas pajak ini memaparkan lebih lanjut mengenai contoh penghitungan insentif supertax deduction kegiatan litbang.
Soal 1
PT X menjalankan kegiatan litbang selama 4 tahun mulai dari 2022 hingga 2025. Biaya kegiatan litbang setiap tahunnya senilai Rp100.000.000. Selama 2022 hingga 2025, PT X berhak membebankan biaya litbangnya sebesar 100% dari biaya riil, yaitu Rp100.000.000 setiap tahunnya.
Pada 2025, kegiatan litbang telah didaftarkan untuk memperoleh paten dengan biaya pendaftarannya senilai Rp20.000.000. Terhadap pendaftaran paten atas kegiatan litbang tersebut, PT X akhirnya memperoleh paten pada 2026.
Sebagai informasi, pada 2026, PT X diketahui memiliki penghasilan bruto senilai Rp1.000.000.000 dan biaya nonlitbang senilai Rp400.000.000. Berapakah tambahan pengurangan penghasilan bruto yang dapat dimanfaatkan  PT X pada tahun pajak 2026?
Jawaban:
Sebagaimana disebutkan dalam soal, PT X telah memperoleh paten atas kegiatan litbangnya pada 2026. Dengan begitu, PT X berhak mendapat tambahan pengurangan penghasilan bruto sebesar 50%. Penghitungan tambahan pengurangan penghasilan brutonya adalah sebagai berikut.
Berdasarkan pada uraian penghitungan di atas, tambahan pengurangan penghasilan bruto senilai Rp210.000.000 dapat dibebankan sejak tahun pajak diperolehnya paten, yaitu pada 2026. Sesuai dengan Pasal 5 ayat (3) PMK 153/2020, tambahan pengurangan penghasilan bruto dapat dibebankan di setiap tahun pajak paling tinggi 40% dari penghasilan kena pajak sebelum PT X memperoleh fasilitas.
Merujuk pada laporan fiskal di atas, dapat diketahui penghasilan neto PT X sebelum fasilitas ialah senilai Rp600.000.000. Dengan begitu, penghasilan kena pajak PT X sebelum memperoleh fasilitas ialah sebagai berikut.
Berdasarkan pada penghitungan di atas, dapat diketahui total tambahan pengurangan penghasilan bruto senilai Rp210.000.000 lebih kecil daripada nilai 40% atas penghasilan kena pajak PT X sebelum mendapatkan fasilitas. Oleh karena itu, pada 2026, PT X berhak memanfaatkan seluruh tambahan penghasilan bruto.
Soal 2
PT Y melakukan kegiatan litbang mulai dari 2021 hingga 2025. Biaya kegiatan litbang yang dikeluarkan PT Y pada setiap tahunnya ialah senilai Rp100.000.000. Selama 2021 hingga 2025, PT Y berhak membebankan biaya litbang sebesar 100% dari biaya riil.
Pada 2026, kegiatan litbang PT Y didaftarkan paten dengan biaya pendaftaran senilai Rp20.000.000. Terhadap pendaftaran paten atas kegiatan litbang tersebut, PT Y akhirnya memperoleh paten pada 2027.
Adapun pada 2027, PT Y memiliki penghasilan bruto senilai Rp1.000.000.000 dan biaya nonlitbangnya senilai Rp700.000.000. Berapakah tambahan pengurangan penghasilan bruto yang dapat dimanfaatkan oleh PT Y pada tahun pajak 2027?
Jawaban:
Sebagaimana disebutkan dalam soal, PT Y telah memperoleh paten atas kegiatan litbangnya pada 2027. Dengan demikian, PT Y berhak mendapat tambahan pengurangan penghasilan bruto sebesar 50%. Adapun penghitungan tambahan pengurangan penghasilan brutonya sebagai berikut.
Berdasarkan pada uraian penghitungan di atas, tambahan pengurangan penghasilan bruto senilai Rp210.000.000 dapat dibebankan sejak tahun pajak diperolehnya paten, yaitu pada 2027. Sesuai dengan Pasal 5 ayat (3) PMK 153/2020, tambahan pengurangan penghasilan bruto dapat dibebankan di setiap tahun pajak paling tinggi 40% dari penghasilan kena pajak sebelum PT Y memperoleh fasilitas.
Dengan demikian, penghasilan kena pajak PT Y sebelum memperoleh fasilitas ialah sebagai berikut.
Mengacu pada penghitungan penghasilan kena pajak di atas, dapat diketahui total tambahan pengurangan penghasilan bruto senilai Rp210.000.000 lebih besar daripada nilai 40% atas penghasilan kena pajak PT Y sebelum mendapatkan fasilitas. Oleh karena itu, pada 2027, PT Y tidak dapat memanfaatkan seluruh tambahan penghasilan bruto karena harus memenuhi ketentuan Pasal 5 ayat (3) PMK 153/2020.
PT Y hanya dapat memanfaatkan tambahan pengurangan penghasilan bruto senilai Rp120.000.000. Sementara itu, atas selisih lebih tambahan pengurangan penghasilan bruto yang tidak dimanfaatkan, yaitu senilai Rp90.000.000 (Rp210.000.000 – Rp120.000.000) dapat diperhitungan untuk tahun-tahun pajak berikutnya sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (4) PMK 153/2020. (vallen/kaw)