RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Pajak Pemberian Cuma-Cuma atas Garansi

Hamida Amri Safarina
Rabu, 13 Januari 2021 | 16.36 WIB
Sengketa Pajak Pemberian Cuma-Cuma atas Garansi

RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa pajak mengenai jasa perbaikan barang sehubungan dengan garansi yang dianggap pemberian cuma-cuma.

Perlu dipahami terlebih dahulu, wajib pajak memiliki usaha penjualan alat berat, mesin, dan suku cadang. Dalam penjualan barang-barang tersebut, wajib pajak memberikan garansi kepada pembeli apabila terdapat kerusakan pada kemudian hari.

Otoritas pajak menyatakan pemberian jasa perbaikan kepada pembeli atas suatu barang dikategorikan sebagai pemberian cuma-cuma. Berdasarkan pada Pasal 1A ayat (1) huruf d UU PPN, pemakaian sendiri atau pemberian cuma-cuma termasuk dalam pengertian penyerahan barang kena pajak. Dalam hal ini, wajib pajak tidak dapat membuktikan biaya garansi sudah termasuk dengan harga jual barangnya sehingga otoritas pajak melakukan koreksi.

Sebaliknya, wajib pajak menyatakan biaya garansi sudah dibebankan dalam harga jual barang. Pernyataan tersebut dapat dibuktikan dengan informasi harga pokok penjualan barang dalam pembukuan. Dengan demikian, jasa perbaikan barang yang diberikan kepada pembeli bukan merupakan pemberian cuma-cuma.

Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan sebagian permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Selanjutnya, di tingkat PK, Mahkamah Agung menolak permohonan PK yang diajukan oleh otoritas pajak.

Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan mahkamah Agung atau di sini.

Kronologi
WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Dalam putusan banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat perbaikan pada kemudian hari sehubungan dengan garansi barang merupakan kewajiban wajib pajak yang telah diatur dalam perjanjian jual-beli.

Berdasarkan penelitian, biaya garansi barang sudah termasuk dari harga jual barang. Dengan begitu, jasa perbaikan yang dilakukan wajib pajak tidak termasuk pemberian cuma-cuma. Selanjutnya, Majelis Hakim Pengadilan Pajak membatalkan sebagian koreksi otoritas pajak atas DPP pemberian cuma-cuma dalam bentuk pemberian jasa garansi barang. Sementara itu, penggunaan spare part untuk perbaikan barang masih tergolong pemberian cuma-cuma.

Terhadap permohonan banding tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan sebagian permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Dengan keluarnya Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put. 63976/PP/M.XI.B/16/2015 tertanggal 23 September 2014, otoritas pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 6 Januari 2016.

Pokok sengketa dalam perkara ini adalah koreksi dasar pengenaan pajak (DPP) PPN atas pemberian cuma-cuma masa pajak September 2009 senilai Rp72.078.619 yang tidak dipertahankan Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Pendapat Pihak yang Bersengketa
PEMOHON PK menyatakan keberatan atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Pemohon PK melakukan koreksi karena terdapat penyerahan jasa yang dilakukan Termohon PK yang tidak dilaporkan dan tidak dibuatkan faktur pajak.

Berdasarkan pemeriksaan, Termohon PK tidak dapat membuktikan pemberian garansi kepada pembeli telah dibebankan dalam perhitungan harga jual barang. Selain itu, pencatatan persediaan barang dagangan Termohon PK juga tidak membedakan antara barang yang dijual dan barang yang digunakan untuk pemberian garansi.

Oleh karena itu, Pemohon PK menilai transaksi yang dilakukan Termohon PK merupakan pemberian cuma-cuma. Berdasarkan Pasal 1A ayat (1) huruf d UU PPN, pemakaian sendiri atau pemberian cuma-cuma termasuk dalam pengertian penyerahan barang kena pajak. Dengan begitu, penyerahan jasa tersebut seharusnya tetap dikenakan PPN. Oleh karena itu, koreksi yang dilakukan Pemohon PK sudah tepat dan dapat dipertahankan.

Termohon PK tidak setuju dengan pendapat Pemohon PK. Perlu dipahami terlebih dahulu, Termohon PK memiliki usaha penjualan alat berat, mesin, dan suku cadang. Menurut Termohon PK, biaya garansi telah masuk dalam harga jual barang yang dibuktikan dengan informasi harga pokok penjualan barang dalam pembukuan Termohon PK.

Dalam pembukuan tersebut telah tercatat semua komponen untuk menentukan harga pokok penjualan dari masing-masing barang yang dijualnya. Adapun harga suatu barang sudah termasuk harga barang dari pabrikan, bea masuk, biaya transportasi, dan biaya garansi. Adapun besaran biaya garansi tersebut ialah 1,5% dari harga jual barang.

Selain itu, Termohon PK berdalil telah mengajukan bukti berupa perjanjian jual-beli. Dalam perjanjian disebutkan pembeli berhak atas garansi dari Termohon PK apabila terdapat kerusakan barang yang tidak disebabkan oleh kesalahan penggunaan. Garansi hanya bisa diberikan dalam jangka waktu 12 bulan sejak pembelian. Dengan demikian, jasa perbaikan barang yang diberikan Termohon PK kepada pembeli bukan merupakan pemberian cuma-cuma yang dipungut PPN.

Pertimbangan Mahkamah Agung
MAHKAMAH Agung berpendapat alasan-alasan permohonan PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan sebagian permohonan banding sudah tepat. Terdapat dua pertimbangan hukum Mahkamah Agung sebagai berikut.

Pertama, koreksi DPP PPN atas pemberian cuma-cuma senilai Rp72.078.619 tidak dapat dibenarkan. Setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil para pihak, pendapat Pemohon PK tidak dapat menggugurkan setiap fakta dan melemahkan bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Kedua, dalam perkara a quo, pemberian jasa dalam masa garansi kepada pembeli tidak termasuk penyerahan cuma-cuma. Pemberian garansi merupakan kewajiban Termohon PK sebagaimana telah disepakati dengan pembeli. Apabila garansi tersebut tidak dipenuhi maka timbul akibat hukum yang merugikan Termohon PK dan juga pembeli. Oleh karena itu, koreksi yang dilakukan Pemohon PK tidak sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku.

Berdasarkan pertimbangan di atas, permohonan PK dinilai tidak beralasan sehingga harus ditolak. Dengan demikian, Pemohon PK dinyatakan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara.*

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.