ANALISIS TRANSFER PRICING

Perdebatan Passive Association dalam Penentuan Peringkat Kredit

Redaksi DDTCNews
Jumat, 01 Februari 2019 | 13.30 WIB
ddtc-loaderPerdebatan Passive Association dalam Penentuan Peringkat Kredit
DDTC Consulting

DALAM dunia transfer pricing, konsep passive association atau keanggotaan perusahaan di dalam sebuah grup usaha menjadi salah satu aspek hukum pajak internasional yang masih menjadi bahan perdebatan. Utamanya, ketika konsep ini dikaitkan dengan transaksi pinjaman.

Umumnya terdapat suatu pertanyaan mengenai hal ini, yaitu apakah suatu efek dari passive association dalam suatu grup usaha harus dipertimbangkan dalam hal penentuan harga transfer untuk transaksi pinjaman intragrup?

Hal ini mempertimbangkan bahwa pada umumnya pasar memiliki anggapan bahwa selain adanya dukungan eksplisit melalui jaminan (guarantee) dari perusahaan induk, di dalam suatu grup usaha biasanya ada kepastian bahwa masing-masing anggotanya akan saling mendukung.

Peran passive association dalam transaksi pinjaman juga dapat dilihat ketika suatu perusahaan anak dari suatu grup bereputasi baik ingin mendapatkan pendanaan dari pihak ketiga. Dari perspektif penetapan harga, manfaat passive association ini memiliki implikasi signifikan.

Dalam kasus tersebut, terdapat kecenderungan perusahaan anak tadi akan mendapatkan keuntungan dibandingkan dengan perusahaan yang berdiri sendiri untuk bisa melunasi pinjaman. Keuntungan tersebut, antara lain tingkat bunga yang lebih kompetitif atau jumlah pinjaman yang lebih besar.

Manfaat Ekonomis
DALAM melakukan analisis transfer pricing, umumnya baik otoritas pajak maupun wajib pajak masih berpegang pada pedoman yang diberikan dalam Organisation for Economic Co-operation and Development Transfer Pricing Guidelines for Multinational Enterprises and Tax Administrations 2017 (OECD Transfer Pricing Guidelines).

Walaupun konsep passive association bukanlah suatu hal yang baru, tetapi secara eksplisit konsep ini baru ada di OECD Transfer Pricing Guidelines 2017. Towers (2017) mengintepretasikan bahwa dalam paragraf 1.164, OECD telah mengakui adanya manfaat ekonomis yang didapatkan oleh pihak peminjam atas adanya passive association terhadap tingkat suku bunga.

Manfaat ini mengindikasikan bahwa tingkat bunga wajar akan ditentukan berdasarkan peringkat kredit mana yang lebih tinggi antara peringkat kredit perusahaan peminjam sendiri (stand-alone) dan peringkat kredit dengan mempertimbangkan passive association.

Adanya pengaruh langsung atas peringkat kredit dari pihak peminjam terhadap tingkat bunga yang akan dibebankan tentunya mengarah pada pandangan baru yang bersifat kompleks dalam penetapan harga.

Secara signifikan, OECD memberikan pandangan mengenai adanya pengaruh passive association dalam penentuan tingkat bunga wajar melalui Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) Public Discussion Draft BEPS Action 8-10 Financial Transactions (Discussion Draft).

Dengan tujuan untuk melengkapi panduan yang diberikan melalui OECD Transfer Pricing Guidelines 2017 di masa yang akan datang, Disccusion Draft secara khusus mensyaratkan passive association atas suatu grup usaha untuk dipertimbangkan dalam penentuan peringkat kredit pihak peminjam.

Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan peringkat kredit grup untuk setiap anggota grup usaha atau menggunakan peringkat kredit grup tersebut sebagai titik awal penentuan peringkat kredit anggota grup. Selanjutnya, dilakukan penyesuaian sesuai dengan kondisi anggota grup usaha melalui proses notching.

Proses notching dilaksanakan dengan menambahkan atau mengurangkan satu sampai tiga kelas peringkat kredit yang mengatribusikan manfaat dari passive association ke dalam peringkat kredit stand-alone pihak peminjam (Russo dan Moerer, 2012).

Secara nyata, konsep passive association dalam transaksi pinjaman pernah diuji melalui dua landmark case transfer pricing, yaitu GE Capital Canada pada tahun 2010 dan Chevron Australia pada tahun 2017.

Kedua kasus ini menyoroti gagasan tentang adanya ketergantungan antara perusahaan induk dan anaknya. Ketergantungan tersebut secara tidak langsung mengindikasikan bahwa peringkat kredit dari pihak peminjam yang merupakan bagian dari grup usaha seharusnya lebih mendekati peringkat kredit induk usaha dibandingkan peringkat kreditnya sendiri secara stand-alone.

Kasus GE dan Chevron
BERDASARKAN kedua kasus tersebut, terdapat pandangan pro dan kontra mengenai peran passive association dalam penentuan tingkat bunga wajar. Dalam kasus GE Capital Canada, otoritas pajak mempertimbangkan faktor passive association. Namun dalam kasus Chevron Australia, walaupun terdapat pengaruh passive association terhadap pembentukan harga, pengaruh tersebut bersifat minim.

Terkait dengan hal tersebut, Deloitte (2015) menyebutkan bahwa masih banyak otoritas pajak di negara lain yang lebih mengutamakan penggunaaan peringkat kredit secara stand-alone sebagai langkah awal untuk menentukan tingkat bunga wajar suatu transaksi pinjaman.

Dengan kata lain, penentuan batasan-batasan yang jelas mengenai perspektif yang perlu diambil terkait dengan penentuan tingkat bunga wajar transaksi afiliasi yang akan diuji, pada akhirnya merupakan tugas otoritas pajak dari masing-masing yurisdiksi.

Dikutip dari Nario dan Looi (2018), untuk mengakomodasi perubahan-perubahan yang diangkat dari BEPS ke dalam ketentuan domestik di Selandia Baru, disiapkan proposal yang pada salah satu bagiannya menyebutkan bahwa dalam menentukan peringkat kredit pihak peminjam, terdapat beberapa indikator yang perlu ditinjau untuk menilai tinggi rendahnya risiko BEPS pada transaksi pinjaman intragrup yang dilakukan.

Apabila ditemukan risiko BEPS yang tinggi dari transaksi itu, peringkat kredit perusahaan peminjam tersebut akan mengacu pada peringkat kredit grup yang dikurangi satu peringkat ke bawah (notching down). Sebaliknya, perusahaan peminjam dapat menggunakan laporan keuangan stand-alone yang mempertimbangkan passive association apabila ditemukan risiko BEPS dari transaksi pinjaman rendah.

Lalu bagaimana dengan pengaruh konsep passive association di ranah transfer pricing Indonesia? Selain identifikasi passive association sebagai jasa yang tidak dapat dibebankan, hingga saat ini belum terdapat suatu panduan yang jelas mengenai sejauh mana pengaruh passive association dalam penentuan harga wajar suatu transaksi afiliasi.

Atas dasar tersebut dan sejalan dengan semakin besar tantangan yang dihadapi dalam penentuan tingkat bunga wajar pasca-BEPS, dibutuhkan suatu pembaruan dalam aturan domestik terkait dengan transaksi keuangan.

Selain itu, dengan mempertimbangkan peringkat kredit merupakan hal yang paling memengaruhi tingkat bunga wajar dari suatu transaksi afiliasi maka sangat penting bagi otoritas pajak di Indonesia untuk dapat memberikan kepastian mengenai perspektif manakah yang perlu diambil dalam proses penetapan harga.*

Editor :
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.