SELAMA berabad-abad, penghindaran pajak telah melibatkan ketegangan dinamis antara kecerdasan wajib pajak dan pertahanan yang kompleks dari ketentuan perpajakan (Nigel Tutt, 1989). Wajib pajak merancang strategi perencanaan pajak yang masif dengan memanfaatkan celah ketentuan pajak secara legal, tetapi bertentangan dengan tujuan awal dari ketentuan tersebut.
Hingga saat ini, praktik penghindaran pajak dilakukan dengan pemikiran yang kreatif dan cerdas. Pada praktiknya, penghindaran pajak dibuat dengan rencana yang mampu memecahkan kelemahan dari peraturan pajak melalui strategi cerdik (Alarie dan Griffin, 2022).
Dalam konteks saat ini, adanya teknologi kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) turut andil mendorong revolusi terkait dengan penghindaraan pajak. Revolusi ini baik dalam konteks positif (dalam wujud mendeteksi dan mencegah penghindaran pajak) maupun dalam konteks negatif  (dalam bentuk memfasilitasi praktik penghindaran pajak itu sendiri).
Seperti diketahui, AI memiliki kemampuan untuk mempelajari data yang diberikan serta membuat prediksi berdasarkan pada penilaian independen terhadap probabilitas dari data tersebut (Forrest, 2021). Oleh karena itu, kemampuan prediktif AI menjadikannya instrumen penting dalam penghindaran pajak.
AI dapat menjadi alat yang canggih untuk mengidentifikasi dan mengatasi penghindaran pajak. Di sisi lain, AI juga mampu menyusun perencanaan pajak yang optimal tanpa mencederai hukum itu sendiri. Algoritma AI bisa memberikan kejelasan dan mengatasi ambiguitas antara perencanaan pajak yang sah dan penghindaran pajak yang tidak wajar (Alarie dan Aidid, 2020).
Penggunaan AI dalam konteks perencanaan pajak menjadi pertimbangan penting strategi penyusunan kebijakan pada masa depan. Apakah AI akan menjadi instrumen dalam pengendalian fiskal yang efektif dalam menangkal penghindaran pajak? Atau justru menjadi senjata bagi wajib pajak untuk mendukung teknik penghindaran pajak yang lebih kompleks dan sulit dicegah?
DENGAN kemampuan komputasi tak tertandingi, AI menjadi katalis perubahan segala jenis data menjadi informasi yang dapat ditindaklanjuti untuk meminimalkan kewajiban pajak secara legal. Perannya komprehensif karena memengaruhi setiap tahap proses perencanaan pajak mulai dari analisis awal, implementasi, hingga penyempurnaan strategi (Alarie, 2023).
Algoritma AI dapat menyaring sejumlah besar data hukum, termasuk undang-undang perpajakan, dokumen kebijakan, kasus hukum, dan catatan wajib pajak, untuk menentukan efektivitas perencanaan pajak secara akurat. Perencanaan pajak AI yang prediktif menjadi opsi menjanjikan pada masa depan yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya.
Kemahiran AI dalam proses penghindaran pajak akan menimbulkan masalah etika yang serius. Kemajuan teknologi berisiko melampaui batasan etika dan moral. Oleh karena itu, diperlukan adaptasi teknologi lain sebagai penyeimbang serta redesain ketentuan pajak agar fungsi AI dapat mengedepankan kepentingan bersama dan tetap sesuai dengan prinsip-prinsip etika.
Di sisi lain, keberadaan AI bagi otoritas pajak menghadirkan sebuah paradoks. Sementara dapat digunakan oleh wajib pajak sebagai sarana untuk melakukan penghindaran pajak yang legal, AI juga dapat berfungsi sebagai instrumen bagi otoritas pajak untuk mendeteksi dan menangkal penghindaran pajak.
Benjamin Alarie (2023) menjelaskan beberapa cara menggunakan AI untuk menangkal penghindaran pajak. Pertama, menggunakan AI sebagai instrumen pendeteksi dan pengidentifikasi suatu transaksi. Langkah ini bertujuan untuk menentukan suatu transaksi merupakan anomali yang mengarah pada penghindaran pajak atau tidak.
Kedua, meningkatkan kemampuan analisis AI untuk pembedahan transaksi keuangan kompleks yang terjadi dalam pasar global. Dengan demikian, AI dapat memberikan pandangan komprehensif terhadap sistem keuangan canggih yang dimiliki oleh wajib pajak.
Ketiga, mengoptimalkan algoritma AI yang prediktif. Hal ini pada gilirannya memungkinkan adanya pendekatan proaktif dalam meredesain ketentuan pajak dengan fokus terhadap ketentuan yang bersifat strategis dan antisipatif.
Keempat, mempertahankan AI agar selalu beradaptasi untuk merespons strategi penghindaran pajak yang terus berkembang dan dinamis. Dengan demikian, ketentuan pajak menjadi lebih responsif. Kelima, memastikan teknologi AI bersifat transparan dan akuntabel sehingga dapat menjaga kepercayaan publik terhadap sistem pajak.
Perlu diingat bahwa sistem AI tidak selalu sempurna. Strategi penghindaran pajak yang dihasilkan oleh AI mungkin saja dapat mengaburkan batas antara perencanaan pajak yang legal dan penggelapan pajak yang ilegal. Hal ini dapat menyebabkan konflik hukum dan memerlukan pembuatan panduan peraturan yang jelas terkait dengan penggunaan AI dalam sistem pajak.
AI akan menjadi faktor pengubah dalam lanskap perpajakan, terutama terkait dengan praktik penghindaran pajak. Oleh karena itu, diperlukan kolaborasi yang erat antara pembuat kebijakan, otoritas pajak, dan pelaku industri. Kolaborasi diperlukan untuk memastikan AI dimanfaatkan secara optimal, menjaga integritas ketentuan pajak, dan mewujudkan sistem perpajakan yang adil.
*Tulisan ini merupakan salah satu artikel yang dinyatakan layak tayang dalam lomba menulis internal bertajuk Gagasan Pajak dalam Satu Pena DDTC. Lomba ini merupakan bagian dari acara peringatan HUT ke-17 DDTC. (kaw)