SETIAP negara memiliki pengalaman penerapan tax amnesty yang dapat berbeda antara satu dan yang lain. Fitur-fitur yang ditawarkan dalam kebijakan tersebut juga dapat bervariasi, tergantung pada tujuan dikeluarkannya kebijakan tersebut.
Umumnya, kebijakan tax amnesty memiliki tujuan untuk meningkatkan kepatuhan pajak dalam penerimaan jangka pendek, meningkatkan kepatuhan pajak di masa mendatang, mendorong repatriasi modal atau aset, dan transisi ke sistem perpajakan yang baru.
Satu hal yang perlu digarisbawahi, tujuan-tujuan tersebut memiliki implikasi terhadap fitur-fitur insentif yang akan diberikan. Fitur-fitur itulah yang sesungguhnya dapat menjadi kekuatan pemerintah untuk menarik partisipasi wajib pajak dalam tax amnesty.
Italia
Menilik pada sejarahnya, Italia tercatat telah memberikan tax amnesty sebanyak 59 kali sejak permulaan abad 20 hingga saat ini (Malherbe, 2011). Hal ini berarti, secara matematis Italia telah memberikan tax amnesty rata-rata sekali dalam 2 tahun.
Fitur tax amnesty-nya, terutama di edisi yang disebut ‘tax shield’ pada 2001, 2003, dan 2009, umumnya sama. Perbedaannya ada pada persentase tarif ‘tebusan’ terhadap kewajiban pajak yang meliputi bunga, denda, hingga sanksi pidana atas aset atau penghasilan yang dilaporkan (regularisasi) atau direpatriasi.
Tax shield ditujukan kepada orang pribadi untuk memilih apakah akan melakukan repatriasi asetnya dari luar negeri ke Italia, atau tetap mempertahankan asetnya di luar negeri namun mendaftarkannya di Surat Pemberitahuan Pajak (SPT) dan di bank Italia (regularisasi).
Memilih salah satu dari dua pilihan tersebut akan memberikan perlindungan (shield) dari sanksi yang seharusnya 25% menjadi hanya 2,5% dari jumlah yang direpatriasi atau diregularisasi. Adapun, tax shield kedua (2003) dan ketiga (2009) memiliki fitur yang sama, hanya berbeda tarif menjadi 4% dan 5%.
Argentina
Terkait tujuan repatriasi modal dalam tax amnesty, Argentina menerbitkan tax amnesty pertamanya pada tahun 1987. Dengan kebijakan itu, jika WP melaporkan aset maupun penghasilannya di luar negeri, WP hanya akan membayar tarif tebusan dan dibebaskan dari segala sanksi perpajakan.
Fitur lainnya, jika WP menunjukkan kepatuhan, maka ada tambahan keuntungan yang diperoleh, seperti tidak dilakukan pemeriksaan dan koreksi. Tax amnesty itu ditujukan untuk seluruh jenis pajak. Pada 1995, Argentina kembali merilis tax amnesty namun dengan lingkup lebih kecil dari tax amnesty 1987.
Pada 2009, tax amnesty kembali diberikan atas sebagian kewajiban perpajakan saja, dan lebih diarahkan guna menghentikan tuntutan pidana terhadap penyelundup pajak. Dengan kebijakan itu, tuntutan pidana penyelundupan pajak dapat dihentikan, setelah WP membayar sejumlah denda tertentu ke negara.
Meksiko
Pemerintah Meksiko beberapa kali menerbitkan tax amnesty. Pada 2007, tax amnesty-nya memiliki fitur pengurangan pajak dan denda dari yang seharusnya berlaku. Pengurangan tarif tersebut berkisar antara 80% hingga 100%, sehingga pada akhirnya tarif efektif yang berlaku jauh lebih kecil dari yang seharusnya.
Fitur ini berbeda dengan tax amnesty di banyak negara yang mengenakan tarif tebusan bernilai tunggal atau bertingkat. Pada 2009, tax amnesty lebih berkonsentrasi pada repatriasi aset, dengan menerapkan tarif tebusan tunggal 4% untuk orang pribadi dan 7% untuk badan hukum.
Portugal
Portugal memiliki dua edisi tax amnesty, yaitu pada 2005 dan 2010 yang pengaturannya mengadopsi pengalaman Italia. Tax amnesty edisi pertama menyediakan tarif tebusan repatriasi aset 5%, dan akan berkurang setengahnya apabila aset yang direpatriasi digunakan untuk membeli surat berharga negara.
Adapun edisi keduanya, memiliki ketentuan hampir sama. Namun, dalam edisi kedua ini regularisasi tidak berlaku bagi aset yang disimpan di negara-negara yang telah dicap sebagai negara non-cooperative oleh Financial Action Task Force (FATF) per 31 Desember 2009.
Yunani
Sama halnya dengan negara tetangganya seperti Portugal dan Italia, Pemerintah Yunani juga turut memberikan insentif kepada WP yang melakukan repatriasi modal dari luar Yunani dengan hanya membayarkan tarif efektif tebusan sebesar 5% dari total nilai yang direpatriasi.
Adapun pemanfaatan fitur ini dapat dilakukan apabila WP menyimpannya di dalam negeri untuk jangka waktu minimal 1 tahun. Di samping itu, apabila WP melaporakan namun memilih untuk tetap menyimpannya di luar Yunani, maka tarif yang berlaku 8%.
Menariknya, fitur lain kebijakan tax amnesty yang ditawarkan antara lain mencakup ketentuan bahwa Pemerintah Yunani akan mengembalikan pajak yang dibayarkan sebesar 50%, apabila repatriasi yang dilakukan ditanamkan kembali dalam bentuk surat utang negara paling sedikit selama 2 tahun.
Fitur di Indonesia?
Banyak pelajaran yang dapat ditarik dari pengalaman dari negara-negara di dunia yang telah lebih dahulu menerapkan tax amnesty. Dari pembelajaran itu, sepatutnya Pemerintah Indonesia dapat mengadopsi fitur-fitur yang telah diberlakukan dan menyelaraskannya sesuai dengan kebutuhan dalam negeri.
Italia, misalnya, dapat menjadi contoh untuk repatriasi modal, dengan menetapkan tarif tunggal sebagai tarif tebusan dan tarif lebih tinggi terhadap WP yang lebih lama memanfaatkan tax amnesty. Alternatif lainnya, bisa dengan memberikan pengurangan tarif pajak 80%- 100% seperti dilakukan Meksiko.
Indonesia juga dapat mengadopsi tax amnesty di Portugal yang memberikan pemangkasan tarif tax amnesty apabila repatriasi aset yang dilakukan WP digunakan untuk membeli surat berharga yang diterbitkan pemerintah, seperti Surat Utang Negara (SUN).
Pada intinya, variasi atas fitur-fitur dalam kebijakan tax amnesty tersebut memiliki cakupan yang luas. Karena itu, bagaimana kemudian Pemerintah Indonesia menerapkan kebijakan ini, lagi-lagi kembali pada kebutuhan dan tujuan yang ingin dicapai.*
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.