Pertanyaan:
PERKENALKAN, nama saya Claudia. Saya bekerja pada salah satu perusahaan pertambangan yang didirikan di Indonesia. Dalam industri pertambangan, perusahaan diwajibkan untuk melakukan penutupan tambang atau reklamasi. Dalam hal ini, perusahaan tentu mengeluarkan sejumlah biaya untuk reklamasi.
Dalam konteks pajak pertambahan nilai (PPN), apakah pajak masukan atas biaya reklamasi dapat dikreditkan? Demikian pertanyaan saya, terima kasih.
Jawaban:
TERIMA kasih Ibu Claudia atas pertanyaan yang diajukan. Berdasarkan pada Pasal 1 ayat (24) UU PPN s.t.d.t.d UU HPP, pajak masukan dapat diartikan sebagai PPN yang seharusnya sudah dibayarkan oleh pengusaha kena pajak (PKP) karena perolehan barang kena pajak (BKP), jasa kena pajak (JKP), pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean, dan/atau impor BKP. Simak ‘Apa Itu Pajak Masukan?’.
Dalam menghitung jumlah PPN yang terutang, PKP akan menggunakan mekanisme pengkreditan. Secara sederhana, mekanisme pengkreditan dilakukan dengan cara mengurangkan pajak keluaran dan pajak masukan dalam suatu masa pajak.
Jika pajak keluaran lebih besar daripada pajak masukan, selisih nilai tersebut harus disetorkan ke kas negara. Sebaliknya, jika pajak masukan lebih besar daripada pajak keluaran, PKP berkesempatan untuk mengajukan kompensasi atau restitusi PPN. Simak ‘Tata Cara Pengkreditan Pajak Masukan’.
Namun, tidak semua pajak masukan dapat dikreditkan. Terdapat beberapa syarat formal dan material yang perlu diperhatikan agar pajak masukan dapat dikreditkan.
Pertama, pajak masukan dalam suatu masa pajak dapat dikreditkan dengan pajak keluaran dalam masa pajak yang sama. Meski demikian, pajak masukan sebenarnya masih boleh dikreditkan di masa pajak berikutnya paling lama 3 bulan setelah berakhirnya masa pajak yang bersangkutan sepanjang belum dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaan.
Kedua, pajak masukan yang dikreditkan harus memenuhi persyaratan formal dan material.
Selain kedua persyaratan tersebut, kita juga perlu memperhatikan ketentuan dalam Pasal 9 ayat (8) UU PPN s.t.d.t.d UU HPP. Sesuai dengan ketentuan tersebut, pengkreditan pajak masukan tidak dapat diberlakukan terhadap ketiga jenis pengeluaran berikut:
Dalam kasus Ibu Claudia, pengeluaran yang dimaksud ialah sehubungan dengan biaya reklamasi areal pertambangan. Pada dasarnya, pajak masukan atas biaya reklamasi tersebut dapat dikreditkan sepanjang jenis pengeluarannya tidak termasuk dalam Pasal 9 ayat (8) UU PPN s.t.d.t.d UU HPP.
Artinya, biaya reklamasi yang bersangkutan harus memiliki hubungan langsung dengan kegiatan usaha agar pajak masukan yang timbul dapat dikreditkan. Adapun pengertian dari pengeluaran yang langsung berhubungan dengan kegiatan usaha adalah pengeluaran untuk kegiatan produksi, distribusi, pemasaran, dan manajemen.
Untuk itu, perlu diidentifikasi lebih lanjut apakah proses reklamasi yang dilakukan memiliki hubungan langsung dengan kegiatan usaha atau tidak. Oleh karena itu, pengelolaan risiko pajak dibutuhkan sehingga setiap kewajiban perpajakan, khususnya PPN di perusahaan tempat Ibu Claudia bekerja dapat terpenuhi sesuai ketentuan yang berlaku.
Sebagai informasi, kasus serupa juga timbul dimana pajak masukan atas kegiatan reklamasi dapat dilakukan. Simak ‘Sengketa Pengkreditan Pajak Masukan atas Biaya Reklamasi Tambang’.
Kemudian, perlu dipastikan faktur pajak atas biaya reklamasi harus memenuhi syarat formal dan material. Lihat syarat formal dan material faktur pajak dalam artikel ‘Syarat Formal dan Material Faktur Pajak, Seperti Apa Ketentuannya?’.
Terakhir, dalam hal biaya reklamasi memanfaatkan BKP tidak berwujud atau JKP dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean maka perlu dilengkapi dengan dokumen tertentu yang dipersamakan dengan faktur pajak.
Demikian jawaban yang dapat kami sampaikan. Semoga bermanfaat.
Sebagai informasi, artikel Konsultasi hadir setiap guna menjawab pertanyaan terkait perpajakan yang dapat diajukan ke email [email protected]. Bagi Anda yang ingin mengajukan pertanyaan, silakan langsung mengirimkannya ke alamat email tersebut.