Ilustrasi.
BANGKOK, DDTCNews - Pemerintah Thailand tengah menyiapkan insentif tambahan dan melakukan deregulasi peraturan untuk menarik minat produser film asing melakukan pengambilan gambar di negara tersebut.
Sekjen Dewan Pembangunan Ekonomi dan Sosial Nasional Danucha Pichayanan mengatakan pemerintah sedang mencari cara untuk mendorong pemulihan sektor kreatif. Salah satu yang dipertimbangkan yakni pemberian insentif pajak.
"Kendala utamanya adalah beberapa peraturan sudah ketinggalan zaman," katanya, dikutip Jumat (10/12/2021).
Danucha mengatakan regulasi mengenai proses produksi atau syuting film asing melibatkan berbagai kementerian dan lembaga. Menurutnya, pemerintah melalui Centre for Economic Situation Administration (CESA) akan berupaya untuk menghilangkan berbagai aturan yang menghambat.
Dia menyebut sejumlah isu yang menghambat syuting film asing di antaranya mengenai prosedur izin kerja para kru film, pajak impor untuk peralatan syuting yang relatif tinggi, serta peraturan untuk menggunakan tempat umum sebagai lokasi syuting yang tidak jelas.
Selain itu, ada pula kendala dari sisi kesehatan yakni persyaratan semua aktor film asing melakukan tes darah untuk sifilis.
Danucha menilai insentif yang ditawarkan Thailand saat ini kurang kompetitif dibandingkan dengan negara lain. Meski demikian, lanjutnya, Thailand memiliki sejumlah keunggulan dari sisi lokasi syuting yang menarik dan infrastruktur pariwisata yang telah terbangun dengan baik.
Thailand saat ini menawarkan potongan tunai setara dengan 15% dari setiap 50 juta baht atau Rp32 miliar yang dihabiskan untuk syuting film. Selain itu, ada tambahan potongan tunai 5% jika studio film asing mempekerjakan pekerja lokal, mempromosikan budaya Thailand, dan syuting di provinsi pariwisata tingkat kedua.
Potongan tunai tersebut dibatasi hingga 75 juta baht atau Rp32 miliar.
Sementara itu, Malaysia menawarkan produser film asing berupa potongan tunai 30% jika menghabiskan minimal RM5 juta atau Rp17 miliar untuk biaya produksi dan pascaproduksi di Malaysia, serta minimum 30% kru berasal dari penduduk lokal.
Proses syuting yang menghabiskan setidaknya RM1,5 juta atau Rp5,1 miliar untuk kegiatan pascaproduksi di Malaysia atau minimal RM385.000 atau Rp1,3 miliar per jam untuk serial televisi juga berhak menikmati 30% potongan uang tunai.
Kemudian, Polandia menawarkan potongan tunai 30% kepada produser film yang menghabiskan setidaknya 30 juta baht atau Rp12,8 miliar untuk biaya produksi, sementara Afrika Selatan memberikan potongan tunai 25% kepada mereka yang menghabiskan 105 juta baht atau Rp44,8 miliar untuk kegiatan produksi dan pasca-produksi, serta tambahan 5% jika mereka menggunakan perusahaan lokal.
Menurut Danucha, CESA telah menginstruksikan Badan Ekonomi Kreatif, Kementerian Pariwisata, dan instansi terkait lainnya untuk mengusulkan insentif baru yang dapat menarik produser film asing melakukan syuting film mereka di Thailand.
"Skenario yang paling memungkinkan untuk insentif baru termasuk potongan tunai 30% untuk pembuat film asing yang menghabiskan 50 hingga 100 juta baht [Rp21,34 hingga Rp42,68 miliar] untuk produksi di Thailand," ujarnya dilansir bangkokpost.com.
Pada tahun 2020, tercatat ada 176 syuting dari produser asing di Thailand, 74 di antaranya untuk film, 33 serial, 28 iklan, dan 41 jenis lainnya. Biaya produksi mereka rata-rata mencapai 100-300 juta baht atau Rp42,68-Rp128 miliar. (sap)